Sore
hari ini masih terlihat mendung. Pelataran sekolah masih basah sisa hujan tadi
siang yang menghambat jalannya upacara pembukaan Persami. Hawa dinginpun juga
masih terasa memaksa memelukku. Entah kenapa sore ini menurutku sore yang
paling mencekam. Aku bergidik. Suasana hening. Padahal aku sedang bersama
teman-temanku di kamar mandi saat ini. Waktu istirahat kurang satu jam lagi, sedang
aku masih belum ada tanda-tanda akan segera mandi dan bersiap mengikuti jelajah
medan pukul setengah lima nanti.
Aku
masih berdiri diantara teman-temanku, sampai sesaat kemudian aku mendengar
desas desus dari kelompok lain bahwa malam ini adalah malam Minggu kliwon. Apa
yang aneh dari Minggu kliwon? Kataku dalam hati. Tak kuhiraukan omongan mereka,
aku tidak terlalu percaya tahayul, jadi aku tidak begitu menghiraukan. Sampai
akhirnya aku tertarik saat salah satu dari mereka berkata,”malam Minggu kliwon
itu malam dimana penunggu sekolah ini berkeliaran” kata salah satu dari mereka
dengan tetap menjaga nada suaranya.”Mereka ada di dalam situ tuh, di belakang”
mereka menunjuk arah sumur belakang kamar mandi. Sumur yang ditutup, tapi
menyisakan lubang kecil di tepinya, suasananya ganjil, udaranya berat. Dengan
tetap menjaga suaranya, seakan-akan mereka takut kalau yang dibicarakan (tak lain adalah
si penunggu sekolah)keluar dan datang. Selanjutnya suasana agak gaduh karena
gosip yang disebarkan oleh kelompok seberang tersebut.
Aku
tetap mendengus pelan. Pasti juga akal-akalan kakak pembina, biar suasana jadi
lebih heboh, mereka selalu mencari cara
untuk menakut-nakuti kita.
“Ranti,
nanti aku mandi bareng kamu ya?” pinta Yohana padaku.
“Ih! Nggak ah sendiri-sendiri aja” aku menolak dengan risih.
“Ayo dong, Ran, aku takut kalau sendirian. Nanti aku di datangin sama hantu penunggu sekolah ini” Yohana merengek. Aku mendengus pelan dan hanya diam. Tak tahu jalan fikiran sahabatku yang satu ini. Dasar penakut, pikirku.
“Kalau kamu takut nanti hantunya malah seneng godain kamu. Udah ah, nggak usah takut gitu. Ini pasti cuman akal-akalan kakak pembina biar kita ngerasa takut!” seketika itu pula sekelompok orang yang menyebarkan gosip tadi memandangku tajam seakan-akan berkata ‘hati-hati kalau bicara!’. Aku tak peduli, aku yakin kalau ini hanya rekayasa. Sedangkan Yohana masih memasang wajah penuh memohon kepadaku. ”Yaudah, kita mandi bareng” seketika itu wajah Yohana terlihat lebih lega.
“Ih! Nggak ah sendiri-sendiri aja” aku menolak dengan risih.
“Ayo dong, Ran, aku takut kalau sendirian. Nanti aku di datangin sama hantu penunggu sekolah ini” Yohana merengek. Aku mendengus pelan dan hanya diam. Tak tahu jalan fikiran sahabatku yang satu ini. Dasar penakut, pikirku.
“Kalau kamu takut nanti hantunya malah seneng godain kamu. Udah ah, nggak usah takut gitu. Ini pasti cuman akal-akalan kakak pembina biar kita ngerasa takut!” seketika itu pula sekelompok orang yang menyebarkan gosip tadi memandangku tajam seakan-akan berkata ‘hati-hati kalau bicara!’. Aku tak peduli, aku yakin kalau ini hanya rekayasa. Sedangkan Yohana masih memasang wajah penuh memohon kepadaku. ”Yaudah, kita mandi bareng” seketika itu wajah Yohana terlihat lebih lega.
“Adek-adek,
waktu istirahat kurang 45 menit lagi. Berhubung sepertinya banyak yang masih
antri, dimohon agak dipercepat mandinya karena tidak ada tambahan waktu. Dan
sekali lagi, dihimbau untuk adik-adik sekalian agar menjaga ucapan maupun
tingkah lakunya, diharapkan tidak membuang sampah sembarangan. Permisi” kak
Naura salah satu pembina kemudian pergi dengan diikuti paduan suara kecil ‘iya
kak’. Kemudian suasana menjadi hening kembali.
Tiba
saatnya aku dan Yohana mendapat jatah untuk mandi. ”Kita tetep gantian
mandinya. Kamu dulu deh, aku yang hadap tembok” pintaku pada Yohana. Dan
memasang posisi seperti yang kukatakan tadi. Balik kanan dan menghadap tembok
tua yang sudah usang dan berlumut.
“Aku nggak jadi mandi deh, kasian yang antri masih banyak. Aku cuci muka aja” kata Yohana sambil mengeluarkan sabun mukanya dari dalam tas. Lagian benar juga kata Yohana, waktu istirahat Cuma tinggal 25 menit. Sedangkan yang diluar masih terhitung banyak. Terpaksa aku juga mengikuti Yohana, tapi untuk kali ini saja aku menunda mandi!
“Aku nggak jadi mandi deh, kasian yang antri masih banyak. Aku cuci muka aja” kata Yohana sambil mengeluarkan sabun mukanya dari dalam tas. Lagian benar juga kata Yohana, waktu istirahat Cuma tinggal 25 menit. Sedangkan yang diluar masih terhitung banyak. Terpaksa aku juga mengikuti Yohana, tapi untuk kali ini saja aku menunda mandi!
Aku
sibuk mengeluarkan sabun wajah, sikat dan pasta gigi yang ada di dasar tasku. Aku
sulit merogoh tas yang penuh dengan alat masak dan jaketku yang tebal, aku lupa menaruhnya dalam kelas sebelum aku
bawa ke kamar mandi. Sampai kemudian aku mendengar orang tertawa perempuan dewasa.
Keras sekali! membuat bulu tengkukku berdiri. Tepat di belakangku. Deg!
jantugku terasa berhenti. Aku mencoba menghibur diri dengan menganggap tawa
itu, tawa dari Yohana. Tapi aku berfikir itu tawa Yohana. Segera mungkin aku
membentaknya. ”Yohana! ngapain sih kamu tertawa sampai kayak gitu!” Yohana
menatapku heran. Seakan-akan berkata ‘kamu ngomong apa sih?’
“Ketawa?
Siapa ketawa ?” Yohana tetap menatapku heran.
Aku jadi bingung,“Oh nggak! Nggak apa-apa,a..aku salah denger” aku kembali merogoh tasku. Dan suara itu kembali terdengar, kali ini suara menangis. ”YO!!Apaan sih?” aku membentak Yohana lagi.
“Apa sih, Ran? Bentak-bentak mulu!” Yohana jadi jengkel karena ku bentak dia kesekian kali.
“Kamu mau ngerjain aku ya? Tadi ketawa barusan nangis, katanya takut! Kok jadi nakut-nakutin aku!” aku terus saja memarahinya karena ulahnya yang membuatku tidak nyaman.
“Ketawa? Nangis? Nggak liat apa aku dari tadi diem ?” Yohana masih bernada jengkel. Lantas Yohana mengerutkan kening. Memandangku.
“Apa? Mau bilang kalau tadi itu hantu?”
“Mungkin” berdiam sejenak lalu dia melanjutkan membasuh muka.
Aku jadi bingung,“Oh nggak! Nggak apa-apa,a..aku salah denger” aku kembali merogoh tasku. Dan suara itu kembali terdengar, kali ini suara menangis. ”YO!!Apaan sih?” aku membentak Yohana lagi.
“Apa sih, Ran? Bentak-bentak mulu!” Yohana jadi jengkel karena ku bentak dia kesekian kali.
“Kamu mau ngerjain aku ya? Tadi ketawa barusan nangis, katanya takut! Kok jadi nakut-nakutin aku!” aku terus saja memarahinya karena ulahnya yang membuatku tidak nyaman.
“Ketawa? Nangis? Nggak liat apa aku dari tadi diem ?” Yohana masih bernada jengkel. Lantas Yohana mengerutkan kening. Memandangku.
“Apa? Mau bilang kalau tadi itu hantu?”
“Mungkin” berdiam sejenak lalu dia melanjutkan membasuh muka.
Apa
iya tadi itu hantu? Kok Yohana nggak denger? kenapa harus aku yang denger suara
itu?
***
Suara
Kak Malik memecah keheningan,“1O menit lagi diharapkan semua siswa untuk tidur.
Tidak boleh ada yang keluar kamar!” kak Malik berseru didampingi kak Naura serta
kakak-kakak pembina lain di belakangnya.
Tepat
yang dikatakan kak Malik. 10 menit selanjutnya sekolah menjadi hening. Semua
siswa bersembunyi di balik selimut atau jaket mereka sendiri-sendiri. Mereka
tampaknya sudah tertidur. Tak ada suara.
Aku
bersembunyi di balik jaketku yang tebal. Mungkin aku berbeda atau kebetulan
sama dengan siswa yang lain. Aku belum tertidur.
Tapi
aku mencoba untuk tidur. Mencoba memejamkan mata. Beberapa saat aku terbangun
lagi. Semula aku kira aku tidak nyaman dengan suasana seperti ini. Tapi kurasakan
sekali lagi, ternyata aku ingin buang air kecil. Dikarenakan hawa dingin yang
dari tadi terasa menyubit kulit tubuhku. Aku bangunkan Yohana untuk menemaniku.
”Yo, anterin aku dong..” kugerak-gerakkan tubuh Yohana yang mungil. ”Yo, nyenyak
banget sih..anterin aku dooong kebelet niiih” pintaku sekali lagi. Yohana tak
mau bangun juga. Sepertinya aku harus menahan sampai besok pagi. Sampai ada
orang yang menemaniku ke kamar mandi. Kupejamkan mataku sekali lagi. Nggak
kuat! Pekikku. Nggak mungkin aku nekad malem-malem gini ke kamar mandi, nanti
ada hantu gimana, aku mengomel dalam hati. ”Yooo, anterin ke kamar mandi
dooong” kucoba membangunkan Yohana sekali lagi.
Oke!
Mau nggak mau aku harus berangkat sendiri. Nggak lucu kalau aku tiba-tiba
ngompol disini, aku bisa menjadi bahan tertawaan dari kakak-kakak pembina dan
teman-temanku, lagian mana ada hantu sih? Kuhibur diriku sendiri dengan mencoba
berpikir realistis.
Aku
bangun, kulihat disekelilingku, aku berharap ada yang bangun dan menemaniku
buang air kecil. Mereka sudah nyenyak ternyata tidurnya. Pelan-pelan aku
berdiri, tapi berasa ada yang mengamati gerak-gerikku. Tapi tak kuhiraukan. Aku
ingin buang air kecil!
Sampai
juga aku di kamar mandi. Aku bergidik, bukan! Bukan karena gelap. Kamar mandi
sedang terang-terangnya. Tidak gelap sama sekali. Aku masuk di salah satu kamar
mandi paling utara.
Aku
nggak mimpi kan? berani banget aku malem-malem gini ke kamar mandi sekolah?
hiii kalau nggak gara-gara kebelet...kataku dalam hati. Lega rasanya, seperti
seharian nahan kencing. Padahal baru mau tidur tadi. Tapi rasa ragu-ragu
menyergapku, buka pintu atau nggak. Kenapa jadi ragu gini? Tanyaku dalam hati.
Sayup-sayup
kudengar sesuatu..pelan dan mengerikan...
Tiba-tiba
ada seseorang bersenandung kecil. Suaranya tepat dibalik pintu kamar mandi. Kurasakan
bulu kudukku berdiri saat seseorang mulai bicara. ”Aku sadar..aku sudah tua, Umurku
hampir 100 tahun. Tapi kenapa kalian mengganggu kami? Kami tidak mengganggu
kalian kalau kalian tidak mulai dulu..” lalu sesenggukan. ”Dulu..di zaman
Belanda waktu itu, sekolah ini terbakar. Aku dan teman-teman mencari
persembuyian. Tanpa pikir panjang kami meloncat ke dalam sumur itu. Tak
terfikir..ternyata sumur itu sangat dalam. Berhari-hari kami tidak mendapat pertolongan
sedangkan air di sumur tambah meninggi...akhirnya ajal menjemput kami. Tepat
hari sabtu malam Minggu kliwon. ” Sesenggukan lagi. Siapa diluar? Pikirku. ”KENAPA
KALIAN MENGGANGGU KAMII?? Dengan kalian
menimbun sampah di tempat kami??” itu suara perempuan. Jelas sekali. Tiba-tiba
tidak ada suara, hening. Aku bergidik. Aku benar-benar merasa takut.
Kriieet..
Kuseret
perlahan pintu kamar mandi. Bau anyir darah langsung menyeruak kedalam
hidungku. Aku meringis. Tiba-tiba ada yang mencekal tanganku. Lalu kumenjerit
sekuat tenaga. Dia menyeretku, entah siapa. Seorang perempuan mengenakan dress
warna putih selutut. Entah bagaimana wajahnya, setahuku menyeramkan setelah ia
menoleh padaku sedetik yang lalu.
“Tolooooong....”
aku menjerit sekali lagi. Aku diseret ke arah sumur tua dibelakang kamar mandi
itu. Aku menahan langkahku, tapi cengkeramannya terlalu kuat. ”Siapa kau?
Pergi! Lepaskan tanganku!!” jeritku.
“Kalian
mengganggu kami!” katanya sambil melotot, matanya menyorot merah dan terus
menyeretku ke arah sumur.
“Ampuun
aku tidak mengganggu ! Lepaskan...” kataku pada wanita itu.
Lalu
aku menoleh ke arah timur, tepat di samping musholah kira-kita 10 meter dari
tempatku. Aku melihat kak Naura, Kak Malik, Yohana, serta semua orang yang ikut
persami itu memanggil-manggil namaku. Mereka melambaikan tangan kepadaku sambil
terus meneriakiku. ”Kak Maliiik tolooong...” aku terus meronta. Aku menangis. Dan
dia terus menyeretku. Kemudian aku
tidak tersadar lagi dan tidak ingat apa-apa lagi.
***
“Ranti..Ranti..” suara Kak Malik.
“Ranti..diik..” suara kak Naura.
“Ran..Ranti..bangun dong” Yohana menyahut.
Aku membuka perlahan mataku. Kepalaku pening, aku merasa kelelahan. Nafasku tersengal-sengal. Aku kenapa?
“Ranti..diik..” suara kak Naura.
“Ran..Ranti..bangun dong” Yohana menyahut.
Aku membuka perlahan mataku. Kepalaku pening, aku merasa kelelahan. Nafasku tersengal-sengal. Aku kenapa?
“Minum
dulu ayok” kata Kak Malik sambil membangunkanku. Ku teguk segelas air putih
itu. Aku benar-benar kelelahan, tenggorokanku terasa kering. Kulihat
sekelilingku, mereka semua heran melihatku.
“Kak..” lirihku menatap kak
Naura.
“Tadi kamu teriak-teriak waktu tidur. Kita kira kamu kesurupan” kata Yohana.
“Ceritakan apa yang kamu mimpikan” pinta Kak Nauradengan penasaran. Ternyata aku bermimpi. Mimpi yang paling buruk sepanjang hidupku. Ternyata aku hanya mimpi! Menggigil sekali aku mengingat tangan hantu itu yang menyeret tanganku.
“Tadi kamu teriak-teriak waktu tidur. Kita kira kamu kesurupan” kata Yohana.
“Ceritakan apa yang kamu mimpikan” pinta Kak Nauradengan penasaran. Ternyata aku bermimpi. Mimpi yang paling buruk sepanjang hidupku. Ternyata aku hanya mimpi! Menggigil sekali aku mengingat tangan hantu itu yang menyeret tanganku.
Lalu
kuceritakan semua yang aku alami dalam mimpi. Mulai dari aku membangunkan
Yohana, mendengar seseorang berbicara dibalik pintu kamar mandi, sampai dia menyeretku ke arah sumur. ”Katanya
kita mengganggu mereka karena kita membuang sampah ke sumur itu”. Kurasakan
wajah teman-temanku seketika berubah menjadi was-was.
Oh
Tuhan, kenapa aku baru sadar kalau ini juga ulahku. Tadi siang aku membuang
bungkus makanan ke dalam sumur itu. Mungkin mereka marah juga karena aku yang
berani menantang akan mitos Malam Minggu Kliwon itu. Kejadian itu memang benar
adanya. Pernyataan itu dibenarkan oleh Pak Jalal penjaga sekolah ini. Ayah Pak
Jalal dulu juga penjaga sekolah ini sejak zaman Belanda. Jadi beliau tahu
persis keadaan waktu itu. Bagaimana saat kebakaran saat jam pelajaran, 5 anak
muda yang masuk ke dalam sumur, hingga tiba-tiba ditemukan mereka sudah keadaan
menjadi mayat. Ayah Pak Jalal tahu soal itu.
Bagaimanapun,
mitos juga harus dipercaya. Seperti mitos malam Minggu Kliwon di sekolah ini. Mitos
yang seharusnya aku percaya untuk menjadikanku tidak ceroboh seperti tadi
siang. Agar mereka juga tenang, agar mereka tidak menggangguku serta siswa
lain, agar sekolah ini tetap menjadi sekolah yang utuh tanpa gangguan makhluk
lain.
Aku
merasa sedikit tenang. Aku seperti menjadi perantara mereka untuk menyampaikan itu semua. Aku merasa sedikit lega
walaupun aku masih teringat mimpi burukku tadi malam. Perantara yang sangat
mengerikan! Lebih dari sebuah mimpi buruk!
Sambil
membereskan barang-barangku ke dalam tas aku mendengar Kak Malik memanggil Pak
Jalal yang sedang menyapu depan kelas. ”Pak Jalal, barusan pak Rudi menelepon
saya setelah tadi subuh saya ceritakan kejadian Ranti. Katanya, Pak Jalal harus
segera menutup lubang kecil itu. Untuk mencegah anak-anak sembarangan membuang
sampah lagi di tempat itu.” Pak Jalal mengiyakan.
Setelah
ini lubang itu akan tertutup. Tidak akan ada cela. Entah, apa mitos Malam
Minggu Kliwon itu akan terus menjadi sejarah untuk sekolah ini. Atau mungkin
dilupakan dan terus menimbun sampah. Apa akan ada kejadian seperti yang aku
alami. Entahlah, ini mungkin menjadi yang terakhir karena tidak akan ada yang
menimbun sampah di sumur tua itu lagi.
Tiba-tiba,seorang
perempuan berlari, setahuku namanya Niar. Berlari menuju Kak Malik.” Kak Lia
pingsan sambil mengeram deket sumur setelah dia buang bungkus tisu ke dalam
sumur” kata Niar terengah-engah. Kak Malik dan Pak Jalal berlari diikuti Niar
dan siswa yang penasaran.
Oh
Tuhan, padahal mereka sudah diberi tahu, pikirku.
***
“Aaaaaaaaaarrghh....”
Lia terus meronta dengan mata merah yang terbelalak. Tangannya mencengkeram
kuat menarik baju Kak Malik dan Pak Ustadz yang datang beberapa saat lalu. Dan
kakinya sekuat tenaga menyingkirkan kakak-kakak lain yang memegang pergelangan
kakinya.
Mulut
Pak Ustadz berkomat kamit membaca do’a untuk mengusir jin yang masuk ke tubuh
Lia. Yang jadi pertanyaan adalah, kenapa Lia tidak dibawa ke mushollah atau
kemana gitu. Kenapa masih ada di deket sumur ini? Ternyata usut punya usut, Lia
nggak bisa diangkat. Badannya berat banget. Aku penasaran, aku melihat diamana
Lia meronta itu dengan berjinjit-jinjit karena tubuhku lebih pendek dari
teman-teman di depanku.Sekelebat aku melihat wajah dan mata Lia yang kemerahan.
Aku jadi meringis sambil bergidik.
“Ooooaaaaaaahhh
aaaaaarrgghhhh..hooh hooh hooh” Lia masih meronta. Dan aku semakin tergeser
dari tempatku berdiri. Karena dorongan dari depan yang sepertinya takut karena
eraman Lia. Tiba-tiba suara jadi hening. Lia tak sadarkan diri. Wajahnya
dipenuhi oleh keringat. Selanjutnya Lia mulai bisa diangkat menuju UKS untuk
direbahkan badannya yang kelihatannya sangat lemas. Dari jendela kulihat dia
diberi bau-bauan oleh kak Naura dan Kak Shanti melepaskan jilbabnya lalu
mengusap keringatnya dengan tisu.
Beberapa
saat kemudian,saat semuanya kembali normal. Lia sudah sadar tapi harus tetap
rebahan karena badannya yang tiba-tiba demam. Kak Malik juga sudah memberi
himbauan sekali lagi untuk tidak membuang sembarangan di sumur itu. Semuanya
diberi waktu untuk istirahat dan membereskan barang-barang sebelum upacara
penutupan dimulai 5 menit lagi.
5
menit! Aku tiba-tiba ingin buang air kecil lagi. Kali ini aku tidak meminta
Yohana untuk menemaniku. Karena ini pukul 10 pagi. Tidak ada yang perlu
ditakutkan. Sampai di kamar mandi, entah kebetulan atau entah apalah namanya. Benar-benar
sendiri! Tidak ada orang lain selain aku. Aku sedikit melirik melewati sumur
yang suasananya tetap ganjil dari hari-hari sebelumnya. Dengan segera aku
berlari kecil menuju kamar mandi.
Aku
keluar dengan wajah lega. Tapi, aku merasakan ada seseorang jalan
terseret-seret. Aku menigintip dari belokan kamar mandi. Suara itu berhenti di
dekat sumur. Tak salah lagi. Itu Lia. Dengan wajah pucat sekali. Dia menghadap
sumur, dan..oh sumur itu terbuka sendiri. Apa ini? Aku menahan jeritku dengan
menutup mulut tak percaya. Apa ini mimpi? kuharap begitu. Oh Tuhan, sadarkan
aku jika ini mimpi! Dengan perlahan Lia mendekati sumur yang terbuka itu. Aku
ingin menghentikannya, tapi entah kenapa kakiku terasa berat sekali. Aku ingin
berteriak, tapi lidahku kelu. Yang terjadi selanjutnya adalah Lia yang seperti
mayat berjalan meluncur dengan sempurna ke arah sumur itu. Seperti ada yang
mengajaknya. Seketika itu aku berteriak “Toloooooooong” lalu aku tak sadarkan
diri. Aku terlalu kaget untuk melihat hal seperti ini.
Entah
apa yang terjadi setelah ini. Aku hanya berharap ini semua adalah mimpi dan
terbangun di kamarku sendiri.
***