Sabtu, 26 Oktober 2013

Dia Untuknya



Aku tersentak saat mengetahui kalau Wanda,sahabatku,mempunyai perasaan sayang sama Indinar,orang yang kusuka sejak hampir 3 tahun yang lalu.
“Pada waktu itu kami ke bimbel bareng,truss dia ngajak aku ke perpustakaan,uhh kurasakan dia cowok idaman banget truss aku sepertinya suka sama dia,ahh bukan,bukan sepertinya,tapi memang aku suka sama dia,Indinar.... :)” ,tulisnya di buku diary mungil milik Wanda pada tanggal 15 November.
Wanda mulai masuk ke kamar,dengan membawa jus jeruk dua gelas.Aku yang saat itu sudah berkaca-kaca segera menghisap kembali air mata yang akan memuntahkan dirinya.Dan segera pula kuletakkan buku diary di bawah bantal,tempatnya semula.
Wanda menyodorkan satu gelas jus di depanku,”ini buat kamu” lalu dia tersenyum.Aku hanya bisa mengangguk.
Dia begitu baik,dia adalah sahabat yang sangat bersahabat denganku.Aku tak tega jika aku diam-diam menjadi musuh dibalik selimut.Aku tak mungkin menyingkirkan dia diam-diam sehingga tak bisa lagi bertemu dengan Indinar,tak mungkin pula aku merebut Indinar dengan maksud mengejek Wanda.
Lantas bagaimana ? Indinar adalah pilihan terakhirku,sepertinya tak ada lagi yang kucinta selain dia.Tapi,bagaimana dengan Wanda ? sepertinya dia sudah mulai mencintai Indinar juga.Dilema mulai menghantuiku,apa mungkin aku merelakan Indinar demi Wanda sahabatku ? atau apa aku segera mendekati Indinar agar tidak direbut Wanda ?.Lalu Wanda membubarkan lamunanku.
Tanpa basa-basi dia langsung bilang.“Ehhh Yola.. menurut kamu.. Indinar itu orangnya gimana ?”.Deg.Kenapa dia menanyakan Indinar? Aku masih terdiam,tak sedikitpun ku membuka mulut mungilku.Aku masih berfikir,apa aku harus menjawab pertanyaan aneh itu ? atau aku memilih diam dan hanya menggelengkan kepala ? tentunya tidak,bagaimanapun aku harus berbagi sikap yang terlihat dari sosok Indinar ke Wanda.Karena Wanda tau,pasti aku lebih mengerti sosok Indinar itu bagaimana,aku lebih dulu mengenal Indinar.Mungkin itu alasan Wanda bertanya padaku.Mungkin.
“Dia baik,nggak sombong,pinter,setia sama temen,perhatian,sopan,aktif,emm lumayan alim sih.. truss pokoknya tipe cowok idaman banget deh” kataku sambil mengukir senyum kecut.Kumulai menyelidiki gerak-gerik Wanda.Dia hanya tersenyum sambil melihat langit-langit kamar berwarna biru.
“Kenapa kamu nanya gitu?” tanyaku penuh selidik.Wanda tetap mendongak.
“Karena.. “ lalu dia tersenyum tak jelas.
“Karena.. aku mulai suka sama dia?” jangan ! tahan ! Yolaa.. tahan ! jangan nangis disini.Ingat di depan kamu,ada Wanda ! jangan buat dia curiga dengan tangisanmu.Ya Tuhan.. yang diary itu ternyata benar.Wanda memang suka sama Indinar.
“Kamu sayang sama dia” tanyaku sambil menahan derasnya air mata yang akan menghujan di pipiku.
“Ya sayang,ya cinta” dia tambah tersenyumSenyumnya seperti meledekku,ingin ku berlari sekencang mungin,tapi rasanya sangat konyol.
“Apa yang kamu bilang memang benar,dia memang sosok lelaki idaman,aku pingin..”
Dia menolehku “jadi pacarnya Indinar”.Kurasakan ada yang aneh menghampiri ruang kalbuku yang selama ini kubiarkan kosong ‘mlompong’.Seperti tertancap beribu panah yang panas sekali.Aku ingin nangis,ingiiin sekali.. kuakui aku ini cengeng,aku ini cengeeng.. kenapa ku selalu tak bisa menahan perasaan.
Tiba-tiba ada SMS masuk,ternyata dari operator,ini kujadikan kesempatan untuk pergi dari sini.
“Dari siapa ?”
“Emm darii ayah Wan,aku suruh pulang” terpaksa aku bohong.
“Oooh oke deh,diminum dulu donk jusnya” aku langsung menengguk ,tak banyak hanya tiga tenggukan.
“Aku pulang dulu ya Wan,makasih minumannya” dia tersenyum (lagi).Memang inilah orang jatuh cinta,seperti tak ada masalah apa-apa,sedikit-sedikit tersenyum.Ku berhenti sejenak di ambang pintu kamar Wanda.
“Wan...”
“Hmmm.. ada apa ?
“Semoga harapan kamu terwujud,Indinar.. jadi pacar kamu” ahh kenapa aku berkata sebodoh itu.. itu hanya akan menambah kepedihan buatku.
“Makasih ya Yola..”.Aku hanya mengangguk dan langsung menuruni tangga.Sesampai di teras rumah langsung kusambar sepedaku,melewati pagar dan menuju ke alun-alun kota Lumajang.Kota mungil dan jarang orang mengenalnya,tapi alun-alun yang kusebut tadi tidak kalah menarik dari kota-kota besar.Suasana sesudah hujan yang begitu asri di kota pisang ini,embun dedaunan mulai berjatuhan menimpa tubuhku,ku tuntun sepeda di sepanjang trotoar,terlihat alun-alun masih sepi karena hujan baru saja reda,hanya beberapa anak remaja yang berjalan-jalan di trotoar taman.Kusandarkan sepeda di dekat pagar taman lalu lintas,ku memasuki taman lalu lintas dan menaiki ayunan di bawah pohon ceri,basah memang tapi biarkan saja,bukannya memang aku sebentar lagi basah oleh hujan mata ?
Bising memang,sebenarnya aku ingin tempat yang sunyi,ku ingin mencurahkan isi hatiku di hadapan pohon beringin yang berdiri gagah sejak puluhan tahun lalu,atau mungkin ku berbicara tentang perasaanku kepada rumput-rumput berembun,atau mungkin ku mengukir ungkapanku di batang pohon cemara,yang tak kalah berembun.
Tapi aku tak kuat untuk mendatangi mereka,yang sedari tadi memanggilku untuk mengajak bersahabat denganku.Aku tak basa-basi lagi,aku langsung menangis di ayunan mungil itu dengan mengoret-oret kertas  yang tak berdosa,pasti dia menjerit.Tapi,maafkan aku,aku hanya bisa menggerakkan tanganku seperti ini.Suara sesenggukan tangisan ini kutahan,sehingga tak  kelihatan kalau aku ini sedang menangis.Tapi serasa sesak di dada.
Ku duduk hingga senja datang,kurasa aku harus pulang.Baru akan ku kayuh sepedaku,kulihat Indinar dengan gagahnya mengayuh sepeda warna silver,tapi dia tak sampai melewatiku karena dia berbelok terlebih dahulu.Dengan kebiasaannya memasang headphone di telinganya.Tak jarang remaja putri yang melihatnya mengggubris  karena penampilannya yang ‘dapet’ banget.
Aku hanya tersenyum tipis,dengan mata yang (lumayan) sembam kumulai meninggalkan alun-alun kota.
“Entah apa yang terjadi besok...” pikirku.
***
Besoknya aku ke bimbel sendiri,karena Wanda di antar katanya.Ku kayuh perlahan sepeda merahku.Ku susuri jalan basah yang terpancar panas sore hari.Terlihat bayangan di sampingku,seperti ada yang membuntutiku .Ku sedikit melirik,memang ada.Tapi rasa penasaranku tak main.Tak kuhiraukan orang itu.Mungkin hanya orang yang mau menyalip.Bayangan itu semakin mendekat.Seperti ingin menggapaiku.Bayang itu menjadi nyata setelah seseorang mengayuh sepeda sejajar denganku.Indinar.Yap ! ternyata laki-laki ini yang ada di bayangan itu tadi.Dia menyapaku,aku terus saja melihatnya.Aku tak percaya.Dia tertawa,baru aja tersadar dan kurasakan hangat di pipiku,malu.Kita saling berbincang panjang lebar.Aku sangat senang,aku terasa hidup kembali sore itu.Sejenak aku lupakan sesuatu yang membebani hati serta fikiranku.Serta sejenak aku melupakan Wanda.Sebenarnya aku merasa tak enak hati jika Wanda mlihat ini,tapi apa salah ? kalaupun ketemu apa sebabnya dia marah ? iya aku tahu,pasti dia pikir aku penghianat,tapi ini kan Cuma hal sepele,menurutku.Tak ada yang berhak menuntut.
Sampai di bimbel aku masih tak melihat Wanda,kemana dia ? hingga lespun hampir selesai,dia tak kunjung datang.Ku coba mengirimkan pesan singkat padanya.Terkirim,tapi tak terbalas.Aneh.Tak biasanya dia seperti ini.
Pulang bimbel kuputuskan untuk kerumahnya,tapi tiba-tiba..
“Yola, pulang sama aku yuk..” ajak IndinarAku masih terbengong.Indinar ? ngajak pulang bareng ? teruss??
“Emm ee anu.” Aku masih terbingung.
“Nggak mau ya, yaaa padahal aku pingin banget pulang sama kamu,..” suaranya terlihat lemas.Mata sayunya semakin menguncup.Bibirnya sedikit manyun.
“Bukan gitu,tapi aku..” apa akuk harus meneruskan perkataanku dan bilang aku mau ke rumah Wanda dulu? Aku tak tahu,kenapa hati ini berat sekali untuk mengijinkan Indinar ikut ke rumah Wanda.
“Aku kee...” diam,”mau kerumah Wanda dulu..” aku merasa melepas satu organ tubuhku,yang akan kutarik kembali untuk tidak terlepas lagi.
“Ohh kalo gitu aku ikut aja,nggak apa-apa kan?” kalo kamu tau isi hatiku ,kamu pasti akan bingung.Hey kau,hatiku bilang “nggak boleh”.Uhh jangan sekali hati ini.Mulutpun menentang dan berkata “ya”.Lalu Indinar tersenyum.Kami berdua ke rumah Wanda.
Baru ku membuka pagar rumahnya,mbak Inah dateng dan bilang kalo Wanda dan orang tuanya tak ada di rumah.Lalu kemana? Kutanyakan pada mbak Inah.Dia tak memberi tahu.Dan aku tak memaksa.Kami berdua pulang,dengan keadaan beku.Kami saling diam.Dia hanya berkali-kali berdehem entah kenapa.Kita berpisah di jalan Sudirman,kita saling melambai tangan dan tersenyum.
**
Besoknya Wanda tak hadir ke sekolah.Tadi malam dia juga tak membalas pesan ku.Menurut keterangan di suratnya ia izin.Tumben sekali aku tak tahu.Pulang sekolah aku terus mengirim pesan ke dia juga tak terbalas,satupun.
Di pintu gerbang ada yang memanggilku.”Yola..” kata Indinar sambil melambai tangan.
“Iya,ada apa?” aku tersenyum,sekalipun menahan detakan jantung yang semakin lancang menguasai tubuh ini.
“Wanda kemana yah? Kok nggak masuk? apa sejak kemaren dia ke luar kota ya? Tapi ke rumah siapa? Ahh pesan ku tak di balas pula,dia kemana sih?” Indinar menyiramku dengan pertanyaan itu.Di saat seharusnya aku khawatir sama Wanda,aku malah diam-diam menaruh benci ke dia hanya karena Indinar khawatir padanya.
“Emmm aku juga nggak tahu,dia juga tak membalas pesanku.Mungkin iya,dia ke rumah neneknya yang di Malang” kataku sok tahu,sambil berjalan berdua dengan Indinar.Aku tak berani menatap mukanya,aku tak mau keadaan hati ini semakin tak karuan.
“Owh,mungkin” aku menangguk.Lalu ia meneruskan “ehh Yola,aku boleh minta pendapat kamu nggak ?”
“Apa?” kali ini aku berani menoleh meskipun canggung.
“Menurut kamu,Wanda itu gimana sih?”
“Maksud kamu?”
“Yaaa anaknya itu gimana menurut kamu?”
Tunggu! Kenapa lagi ini? Kenapa pertanyaan itu hampir sama seperti yang Wanda bilang padaku?
“Yaaa baik,pinter,nggak sombong,baik lagi.Aku senang berteman dengannya” kataku,”kenapa emangnya?”
“Ahh nggak apa-apa kok cuman nanya aja”
“Kalau menurut kamu sendiri gimana?” aku menanyainya balik
“Yaah sama sih seperti yang kamu ucapkan itu,hanya saja satu yang kurang menurutku?”
“Apa?” tanyaku penuh penasaran
“Dia istimewa... aku.. suka sama dia” dia tersenyum tak berdosa menghadapku.Aku diam memandang lekat mata sayunya itu.Heyy apa kamu bilang? Semoga ini mimipi.... mimpiii.. aku masih tak bisa terima,ya Allah sadarkan aku,apa ia bercanda??
“Heyy kok ngelamun sih?” kemudian ia tertawa.Aku tersenyum kecut.
“Bener kamu,dia perlu diistimewakan oleh orang sepertimu”
“Hmmm aku sebenernya sih udah lama suka sama dia,tapi aku baru sekarang cerita sama orang lain,aku suka sama dia udah hampir 2 tahun lho.. mulai kelas 8 dulu,ehh nggak kerasa kita bentar lagi lulus,aku nggak mau pisah sama dia” katanya seperti mengejekku.Ehh kamu hampir 2 tahun,sedangkan aku udah hampir 3 tahun Indinar... seandainya aku bisa berteriak seperti ini tanpa meneriakkan dalam hati yang tak seoarangpun mendengar.Apalagi dia bilang dia baru sekarang bilang ke orang bahwa ia menyukai  Wanda,Indinaar kamu beri tahu orang yang salah..
“Semoga aja aku bisa satu sekolah sama dia ya nanti SMA nya?”
“Moga aja”
“Akhirnya aku bisa jujur juga sama kamu,sebenernya kemarin aku mau bilang tapi kamu diem aja sepulang dari rumah Wanda.Aku dehemin kamu nggak ngerespon apa-apa,ya udah aku urungin dan akhirnya sekarang aku bisa bilang ke kamu”
“Kenapa harus aku?”
“Karena kamu sahabat Wanda”.Tapi kamu salah Indinar,salah besar !
Kita akhirnya berpisah karena aku memilih menunggu minibus di halte.Aku berjalan dengan lunglai,tiba-tiba HP ku bergetar,aku sedikit tersentak.Ternyata Wanda.
”m’af bru bls yah,q d rmh nenek,da yg skit”
“iy,g pa2.kpn plg?” balasku
“mngkin dua hri lg”
“ok deh,ati2 disana yah J
“ok J
Mumpung belum jauh,aku menoleh ke arah Indinar yang sedang duduk di samping Roni,temanku.Dia terlihat senang sambil mengetik di HP nya,mungkin itu balasan dari Wanda.Aku senang melihat dia senang,tapi kenapa aku tak senang jika ia benar sedang membalas pesan Wanda? Mungkin sudah jelas jawabannya.
**
Dua hari berikutnya,Wanda memang masuk ke sekolah.Tapi ada yang aneh dari dia.Dari fisiknya dia sedkit agak pucat.”palingan aku agak demam habis perjalanan dari Malang ke Lumajang dan aku tak mematikan AC sama sekali selama 4 jam perjalanan” katanya setelah kutanyai kenapa ia seperti orang tak sehat.Dan tingkah lakunya,dia sering memandangi Indinar,lalu tersenyum ketika Indinar juga memandangnya.Ada apa ini?Kadang Indianar dulu yang memandangnya,lalu mereka saling tersenyum keambali.Aneh.
Keadaan seperti itu semakin memuncak,ketika akhir-akhir ini Indinar sering berguaru dengan Wanda di bangku belakang saat istirahat.Mereka tertawa bersama,kadang sampai berbisik-bisik seperti ada yang tak boleh seorangpun tahu.Aku seperti dibakar cemburu oleh kedekatan mereka.Apalagi akhir-akhir ini Wanda jarang sekali membalas pesanku,bahkan saat aku telephon keruamahnya pun,mbak Inah selalu bilang Wanda tidurlah,keluarlah,mandilah,dan sebagainya alasan yang aku terima.
Akhirnya pada hari Sabtu aku bertanya pada Wanda.Aku bilang sejujur jujurnya tentang perubahan sikap dia selama ini.Wanda hanya diam tak menjawab.Aku juga katakan bahwa ku sangat kecewa bahwa sekarang dia tak pernah membalas pesanku dan tak mau manjawab telephon dariku.Lagi-lagi dia diam.Dan tak lupa aku sampaikan kepadanya tentang kedekatannya sama Indinar.Dan sekali lagi ia membisu,ahh ingin aku bentak saja anak ini.
Lalu dengan muka yang seperti tak bersalah ia tersenyum lalu memelukku.Kurasakan hangatnya pelukan gadis manis ini.Untuk beberapa menit ia masih dipelukanku,pohon beringin tengah taman kota menjadi saksi bisu dari apa yang kurasakan saat aku dipeluk Wanda.
“Happy Birthday sayang..” sekali lagi ia memelukku.Tunggu ! ya Allah,bahkan aku lupa dengan ulang tahunku sendiri diakibatkan aku sering kepikiran tentang Wanda.Aku baru ingat bahwa tanggal 26 November ini aku berulang tahun.Aku sedikit terharu dengan ucapan Wanda.Aku mengangguk di pundaknya.Hmmm kuakui dia sahabat yang baik,tapi apakah memang baik mengelabuhi ku dengan tindakannya selama ini yang seperti menjauhiku?
“Maaf ya,selama ini aku ngehindar dari kamu,nggak pernah bales pesanmu,nggak pernah angkat telephone mu,terus maaf juga jika jam istirahat aku selalu sama Indinar dan tak mengajakmu”
“Itu semua bagian dari hadiahku yang aku rangkai buat kamu,khususnya buat hari ini sekali lagi selamat ulang tahun ya” lanjutnya
Aku masih tak mengerti maksudnya,hadiah? Mana hadiahnya.Di tahun-tahun sebelumnya ia selalu membawa kotak berukuran sedang sebagai hadiahnya padaku.Tapi sekarang mana? Apa nggak dia kasih sekarang? Sebenarnya aku tak mengharap itu,dia ingat ulang tahunku pun,itu lebih dari cukup.
Melihatku masih terdiam dia akhirnya bilang.
“Maaf ya,di ulang tahunmu yang ini aku tak membawa kotak kecil yang dibungkus kertas kado warna kesukaanmu (biru),hadiahku kali ini beda lho”
Aku masih terdiam.Lalu dia menggapai tanganku.
“Yola...” dengan nada yang ingin teriak tapi tertahan.”Aku....aku udah pacaran sama Indinar....impianku terwujud Yola,do’a kamu juga terwujud,akhirnya aku bisa dapetin dia,aku.. seneng bangett” katanya lalu memelukku lagi.”Terima kasih atas do’a kamu dulu,akhirnya...” lanjut sohibku ini.
Kurasakan air hangat membendung di sudut mata.Ingin keluar tapi kenapa begitu susah.Jadi ini hadiah Wanda untukku? Aku tak tahu apa yang seharusnya aku katakan setelah ia melepaskan pelukannya.Sekarang aku mengerti.Terjawab sudah rasa penasaranku saat ini.Ahh kenapa ini bisa terjadi? Hadiah di hari Sabtu yang benar-benar membuat hatiku lumpuh.Lidahku terkaku.Seperti di cekik rasanya leherku.Sesak rasanya dada ini.Bukan.Bukan karena dipeluk Wanda,tapi atas hadiahnya.
Setelah terlepas pelukan itu,aku menahan semuanya.Menahan tangis,menahan sesak,menahan cekikan,dan menahan kelumpuhan.Aku berusaha biasa saja layaknya sahabat yang sangat senang ketika sahabatnya sedang berbicara tentang pacar barunya,yang ia sayang,yang ia cinta.
Akhirnya impian Wanda terwujud juga,begitu juga Indinar.Sekali lagi,terimakasih atas hadiahmu,sahabatku,Wanda..
**
Hari ini aku bersiap-siap.Untuk pindah.Pindah rumah.Pindah kehidupan,pindah hati (mungkin),pindah teman (mungkin).Tentunya aku pindah hari ini setelah kelulusanku dari SMP Setya Dharma.
Hatiku terlalu terjebak di kota ini.Tak tahan menahan batin yang selalu terpukul oleh sahabatku sendiri.Harus kuakui,aku masih menyimpan rasa kepada Indinar.Aku tahu aku begitu berdosa,tapi setidaknya aku tak munafik kepada hatiku sendiri.
Tanpa pamit kepada Wanda ! aku mulai menjelajahi jalan menuju kota Yogyakarta.Aku akan meeneruskan pendidikanku di kota gudeg itu,karena selain alasanku yang tadi aku pindah juga karena tugas ayah yang dipindah keluar kota.
Kupandangi jalan melalui kaca mobil yang masih terselimuti embun,bekas hujan tadi.Aku masih tak percaya akan meninggalkan kotaku ini.Handphone yang dari tadi berdering tak kuahiraukan,aku terlalu malas untuk mengutak-atik benda itu.Palingan juga dari Wanda yang akan curhat tentang Indinar.
Karena terlalu bising mama menyuruhku mengangkat telephone itu.10 panggilan tak terjawab.Akhirnya Wanda menelephon lagi dan aku angkat.
“Hallo”
“Hallo Yola kamu dimana?”
“Aku di jalan”
“Ehh kenapa kamu jahat banget ninggalin aku? Aku tahu kamu pindah kan? Kenapa nggak bilang ke aku?”
“Tau dari mana kamu?”
“Rumah kamu sekarang di tempati tante kamu kan? Tadi aku kerumahmu pas aku panggil kata tante kamu,kamu udah berangkat ke Yogya,dan kamu bakalan seterusnya disana,kamu nggak salah??”
“Nggak,aku nggak salah.Ini keputusan yang paling baik buatku.Maaf aku nggak ngasih tau kamu”
“Yola,kenapa kamu nggak bilang.Tahu nggak aku dan Indinar nggak percaya kamu bakalan jauh dari kita.Aku dan Indinar....” klik!
Aku putus telephone nya.Aku lepas SIM Card nya,dan aku geletakkan handphone ku begitu saja.Aku nggak mau mendengarkan semua tentang Indinar dari Wanda.Aku sangat tidak mau !
**
Kota Lumajangku..
Semua kenanganku masih tersisa disana,kenangan baik maupun buruk.Terutama kenangan di saat Wanda memberiku sebuah hadiah tepat hari Sabtu di taman kota untuk ulang tahunku,sungguh hadiah yang sangat menyayat untukku.Hatiku,juga masih tertinggal di kota mungil itu.Kepada Indinar,hatiku masih kepada Indinar.Genap 3 tahun sudah aku menyukainya ahh mencintainya maksudku.Yaaah aku masih nggak percaya aja aku bisa sejahat ini kepada sohibku sendiri.Bermunafik kepada dia selama berbulan-bulan ini.”Mungkin Indinar memang untuk Wanda.Ya! untuk Wanda,bukan aku!” Batinku menjerit.
Entah .. apa yang akan terjadi selama hidupku di Yogya selanjutnya.Semoga tak lebih buruk dari kota Lumajang. 
**










Tidak ada komentar:

Posting Komentar