Aku tersentak saat mengetahui kalau
Wanda,sahabatku,mempunyai perasaan sayang sama Indinar,orang yang kusuka sejak hampir
3 tahun yang lalu.
“Pada waktu itu kami ke bimbel bareng,truss dia ngajak aku
ke perpustakaan,uhh kurasakan dia cowok idaman banget truss aku sepertinya suka
sama dia,ahh bukan,bukan sepertinya,tapi memang aku suka sama dia,Indinar....
:)” ,tulisnya di buku diary mungil milik Wanda pada tanggal 15 November.
Wanda mulai masuk ke kamar,dengan membawa jus jeruk dua
gelas.Aku yang saat itu sudah berkaca-kaca segera menghisap kembali air mata
yang akan memuntahkan dirinya.Dan segera pula kuletakkan buku diary di bawah
bantal,tempatnya semula.
Wanda menyodorkan satu gelas jus di depanku,”ini buat kamu”
lalu dia tersenyum.Aku hanya bisa mengangguk.
Dia begitu baik,dia adalah sahabat yang sangat bersahabat denganku.Aku
tak tega jika aku diam-diam menjadi musuh dibalik selimut.Aku tak mungkin menyingkirkan
dia diam-diam sehingga tak bisa lagi bertemu dengan Indinar,tak mungkin pula
aku merebut Indinar dengan maksud mengejek Wanda.
Lantas bagaimana ? Indinar adalah pilihan
terakhirku,sepertinya tak ada lagi yang kucinta selain dia.Tapi,bagaimana
dengan Wanda ? sepertinya dia sudah mulai mencintai Indinar juga.Dilema mulai
menghantuiku,apa mungkin aku merelakan Indinar demi Wanda sahabatku ? atau apa
aku segera mendekati Indinar agar tidak direbut Wanda ?.Lalu Wanda membubarkan lamunanku.
Tanpa basa-basi dia langsung bilang.“Ehhh Yola.. menurut
kamu.. Indinar itu orangnya gimana ?”.Deg.Kenapa dia menanyakan Indinar? Aku
masih terdiam,tak sedikitpun ku membuka mulut mungilku.Aku masih berfikir,apa
aku harus menjawab pertanyaan aneh itu ? atau aku memilih diam dan hanya
menggelengkan kepala ? tentunya tidak,bagaimanapun aku harus berbagi sikap yang
terlihat dari sosok Indinar ke Wanda.Karena Wanda tau,pasti aku lebih mengerti
sosok Indinar itu bagaimana,aku lebih dulu mengenal Indinar.Mungkin itu alasan
Wanda bertanya padaku.Mungkin.
“Dia baik,nggak sombong,pinter,setia sama
temen,perhatian,sopan,aktif,emm lumayan alim sih.. truss pokoknya tipe cowok
idaman banget deh” kataku sambil mengukir senyum kecut.Kumulai menyelidiki
gerak-gerik Wanda.Dia hanya tersenyum sambil melihat langit-langit kamar
berwarna biru.
“Kenapa kamu nanya gitu?” tanyaku penuh selidik.Wanda tetap
mendongak.
“Karena.. “ lalu dia tersenyum tak jelas.
“Karena.. aku mulai suka sama dia?” jangan ! tahan !
Yolaa.. tahan ! jangan nangis disini.Ingat di depan kamu,ada Wanda ! jangan
buat dia curiga dengan tangisanmu.Ya Tuhan.. yang diary itu ternyata
benar.Wanda memang suka sama Indinar.
“Kamu sayang sama dia” tanyaku sambil menahan derasnya air
mata yang akan menghujan di pipiku.
“Ya sayang,ya cinta” dia tambah tersenyumSenyumnya seperti
meledekku,ingin ku berlari sekencang mungin,tapi rasanya sangat konyol.
“Apa yang kamu bilang memang benar,dia memang sosok lelaki
idaman,aku pingin..”
Dia menolehku “jadi pacarnya Indinar”.Kurasakan ada yang
aneh menghampiri ruang kalbuku yang selama ini kubiarkan kosong
‘mlompong’.Seperti tertancap beribu panah yang panas sekali.Aku ingin
nangis,ingiiin sekali.. kuakui aku ini cengeng,aku ini cengeeng.. kenapa ku
selalu tak bisa menahan perasaan.
Tiba-tiba ada SMS masuk,ternyata dari operator,ini
kujadikan kesempatan untuk pergi dari sini.
“Dari siapa ?”
“Emm darii ayah Wan,aku suruh pulang” terpaksa aku bohong.
“Oooh oke deh,diminum dulu donk jusnya” aku langsung
menengguk ,tak banyak hanya tiga tenggukan.
“Aku pulang dulu ya Wan,makasih minumannya” dia tersenyum
(lagi).Memang inilah orang jatuh cinta,seperti tak ada masalah
apa-apa,sedikit-sedikit tersenyum.Ku berhenti sejenak di ambang pintu kamar
Wanda.
“Wan...”
“Hmmm.. ada apa ?
“Semoga harapan kamu terwujud,Indinar.. jadi pacar kamu”
ahh kenapa aku berkata sebodoh itu.. itu hanya akan menambah kepedihan buatku.
“Makasih ya Yola..”.Aku hanya mengangguk dan langsung
menuruni tangga.Sesampai di teras rumah langsung kusambar sepedaku,melewati
pagar dan menuju ke alun-alun kota Lumajang.Kota mungil dan jarang orang
mengenalnya,tapi alun-alun yang kusebut tadi tidak kalah menarik dari kota-kota
besar.Suasana sesudah hujan yang begitu asri di kota pisang ini,embun dedaunan
mulai berjatuhan menimpa tubuhku,ku tuntun sepeda di sepanjang trotoar,terlihat
alun-alun masih sepi karena hujan baru saja reda,hanya beberapa anak remaja
yang berjalan-jalan di trotoar taman.Kusandarkan sepeda di dekat pagar taman
lalu lintas,ku memasuki taman lalu lintas dan menaiki ayunan di bawah pohon
ceri,basah memang tapi biarkan saja,bukannya memang aku sebentar lagi basah
oleh hujan mata ?
Bising memang,sebenarnya aku ingin tempat yang sunyi,ku
ingin mencurahkan isi hatiku di hadapan pohon beringin yang berdiri gagah sejak
puluhan tahun lalu,atau mungkin ku berbicara tentang perasaanku kepada
rumput-rumput berembun,atau mungkin ku mengukir ungkapanku di batang pohon
cemara,yang tak kalah berembun.
Tapi aku tak kuat untuk mendatangi mereka,yang sedari tadi
memanggilku untuk mengajak bersahabat denganku.Aku tak basa-basi lagi,aku
langsung menangis di ayunan mungil itu dengan mengoret-oret kertas yang tak berdosa,pasti dia
menjerit.Tapi,maafkan aku,aku hanya bisa menggerakkan tanganku seperti
ini.Suara sesenggukan tangisan ini kutahan,sehingga tak kelihatan kalau aku ini sedang menangis.Tapi
serasa sesak di dada.
Ku duduk hingga senja datang,kurasa aku harus pulang.Baru
akan ku kayuh sepedaku,kulihat Indinar dengan gagahnya mengayuh sepeda warna
silver,tapi dia tak sampai melewatiku karena dia berbelok terlebih
dahulu.Dengan kebiasaannya memasang headphone di telinganya.Tak jarang remaja
putri yang melihatnya mengggubris karena
penampilannya yang ‘dapet’ banget.
Aku hanya tersenyum tipis,dengan mata yang (lumayan) sembam
kumulai meninggalkan alun-alun kota.
“Entah apa yang terjadi besok...” pikirku.
***
Besoknya aku ke bimbel sendiri,karena Wanda di antar
katanya.Ku kayuh perlahan sepeda merahku.Ku susuri jalan basah yang terpancar
panas sore hari.Terlihat bayangan di sampingku,seperti ada yang membuntutiku .Ku
sedikit melirik,memang ada.Tapi rasa penasaranku tak main.Tak kuhiraukan orang
itu.Mungkin hanya orang yang mau menyalip.Bayangan itu semakin mendekat.Seperti
ingin menggapaiku.Bayang itu menjadi nyata setelah seseorang mengayuh sepeda
sejajar denganku.Indinar.Yap ! ternyata laki-laki ini yang ada di bayangan itu
tadi.Dia menyapaku,aku terus saja melihatnya.Aku tak percaya.Dia tertawa,baru
aja tersadar dan kurasakan hangat di pipiku,malu.Kita saling berbincang panjang
lebar.Aku sangat senang,aku terasa hidup kembali sore itu.Sejenak aku lupakan
sesuatu yang membebani hati serta fikiranku.Serta sejenak aku melupakan
Wanda.Sebenarnya aku merasa tak enak hati jika Wanda mlihat ini,tapi apa salah
? kalaupun ketemu apa sebabnya dia marah ? iya aku tahu,pasti dia pikir aku
penghianat,tapi ini kan Cuma hal sepele,menurutku.Tak ada yang berhak menuntut.
Sampai di bimbel aku masih tak melihat Wanda,kemana dia ?
hingga lespun hampir selesai,dia tak kunjung datang.Ku coba mengirimkan pesan
singkat padanya.Terkirim,tapi tak terbalas.Aneh.Tak biasanya dia seperti ini.
Pulang bimbel kuputuskan untuk kerumahnya,tapi tiba-tiba..
“Yola, pulang sama aku yuk..” ajak IndinarAku masih
terbengong.Indinar ? ngajak pulang bareng ? teruss??
“Emm ee anu.” Aku masih terbingung.
“Nggak mau ya, yaaa padahal aku pingin banget pulang sama
kamu,..” suaranya terlihat lemas.Mata sayunya semakin menguncup.Bibirnya
sedikit manyun.
“Bukan gitu,tapi aku..” apa akuk harus meneruskan
perkataanku dan bilang aku mau ke rumah Wanda dulu? Aku tak tahu,kenapa hati
ini berat sekali untuk mengijinkan Indinar ikut ke rumah Wanda.
“Aku kee...” diam,”mau kerumah Wanda dulu..” aku merasa
melepas satu organ tubuhku,yang akan kutarik kembali untuk tidak terlepas lagi.
“Ohh kalo gitu aku ikut aja,nggak apa-apa kan?” kalo kamu
tau isi hatiku ,kamu pasti akan bingung.Hey kau,hatiku bilang “nggak boleh”.Uhh
jangan sekali hati ini.Mulutpun menentang dan berkata “ya”.Lalu Indinar
tersenyum.Kami berdua ke rumah Wanda.
Baru ku membuka pagar rumahnya,mbak Inah dateng dan bilang
kalo Wanda dan orang tuanya tak ada di rumah.Lalu kemana? Kutanyakan pada mbak
Inah.Dia tak memberi tahu.Dan aku tak memaksa.Kami berdua pulang,dengan keadaan
beku.Kami saling diam.Dia hanya berkali-kali berdehem entah kenapa.Kita
berpisah di jalan Sudirman,kita saling melambai tangan dan tersenyum.
**
Besoknya Wanda tak hadir ke sekolah.Tadi malam dia juga tak
membalas pesan ku.Menurut keterangan di suratnya ia izin.Tumben sekali aku tak
tahu.Pulang sekolah aku terus mengirim pesan ke dia juga tak terbalas,satupun.
Di pintu gerbang ada yang memanggilku.”Yola..” kata Indinar
sambil melambai tangan.
“Iya,ada apa?” aku tersenyum,sekalipun menahan detakan
jantung yang semakin lancang menguasai tubuh ini.
“Wanda kemana yah? Kok nggak masuk? apa sejak kemaren dia
ke luar kota ya? Tapi ke rumah siapa? Ahh pesan ku tak di balas pula,dia kemana
sih?” Indinar menyiramku dengan pertanyaan itu.Di saat seharusnya aku khawatir
sama Wanda,aku malah diam-diam menaruh benci ke dia hanya karena Indinar
khawatir padanya.
“Emmm aku juga nggak tahu,dia juga tak membalas
pesanku.Mungkin iya,dia ke rumah neneknya yang di Malang” kataku sok
tahu,sambil berjalan berdua dengan Indinar.Aku tak berani menatap mukanya,aku
tak mau keadaan hati ini semakin tak karuan.
“Owh,mungkin” aku menangguk.Lalu ia meneruskan “ehh
Yola,aku boleh minta pendapat kamu nggak ?”
“Apa?” kali ini aku berani menoleh meskipun canggung.
“Menurut kamu,Wanda itu gimana sih?”
“Maksud kamu?”
“Yaaa anaknya itu gimana menurut kamu?”
Tunggu! Kenapa lagi ini? Kenapa pertanyaan itu hampir sama
seperti yang Wanda bilang padaku?
“Yaaa baik,pinter,nggak sombong,baik lagi.Aku senang
berteman dengannya” kataku,”kenapa emangnya?”
“Ahh nggak apa-apa kok cuman nanya aja”
“Kalau menurut kamu sendiri gimana?” aku menanyainya balik
“Yaah sama sih seperti yang kamu ucapkan itu,hanya saja
satu yang kurang menurutku?”
“Apa?” tanyaku penuh penasaran
“Dia istimewa... aku.. suka sama dia” dia tersenyum tak berdosa
menghadapku.Aku diam memandang lekat mata sayunya itu.Heyy apa kamu bilang?
Semoga ini mimipi.... mimpiii.. aku masih tak bisa terima,ya Allah sadarkan
aku,apa ia bercanda??
“Heyy kok ngelamun sih?” kemudian ia tertawa.Aku tersenyum
kecut.
“Bener kamu,dia perlu diistimewakan oleh orang sepertimu”
“Hmmm aku sebenernya sih udah lama suka sama dia,tapi aku
baru sekarang cerita sama orang lain,aku suka sama dia udah hampir 2 tahun
lho.. mulai kelas 8 dulu,ehh nggak kerasa kita bentar lagi lulus,aku nggak mau
pisah sama dia” katanya seperti mengejekku.Ehh kamu hampir 2 tahun,sedangkan
aku udah hampir 3 tahun Indinar... seandainya aku bisa berteriak seperti ini
tanpa meneriakkan dalam hati yang tak seoarangpun mendengar.Apalagi dia bilang
dia baru sekarang bilang ke orang bahwa ia menyukai Wanda,Indinaar kamu beri tahu orang yang
salah..
“Semoga aja aku bisa satu sekolah sama dia ya nanti SMA
nya?”
“Moga aja”
“Akhirnya aku bisa jujur juga sama kamu,sebenernya kemarin
aku mau bilang tapi kamu diem aja sepulang dari rumah Wanda.Aku dehemin kamu
nggak ngerespon apa-apa,ya udah aku urungin dan akhirnya sekarang aku bisa
bilang ke kamu”
“Kenapa harus aku?”
“Karena kamu sahabat Wanda”.Tapi kamu salah Indinar,salah
besar !
Kita akhirnya berpisah karena aku memilih menunggu minibus
di halte.Aku berjalan dengan lunglai,tiba-tiba HP ku bergetar,aku sedikit
tersentak.Ternyata Wanda.
”m’af bru bls yah,q d rmh nenek,da yg skit”
“iy,g pa2.kpn plg?” balasku
“mngkin dua hri lg”
“ok deh,ati2 disana yah J”
“ok J”
Mumpung belum jauh,aku menoleh ke arah Indinar yang sedang
duduk di samping Roni,temanku.Dia terlihat senang sambil mengetik di HP
nya,mungkin itu balasan dari Wanda.Aku senang melihat dia senang,tapi kenapa
aku tak senang jika ia benar sedang membalas pesan Wanda? Mungkin sudah jelas
jawabannya.
**
Dua hari berikutnya,Wanda memang masuk ke sekolah.Tapi ada
yang aneh dari dia.Dari fisiknya dia sedkit agak pucat.”palingan aku agak demam
habis perjalanan dari Malang ke Lumajang dan aku tak mematikan AC sama sekali
selama 4 jam perjalanan” katanya setelah kutanyai kenapa ia seperti orang tak
sehat.Dan tingkah lakunya,dia sering memandangi Indinar,lalu tersenyum ketika
Indinar juga memandangnya.Ada apa ini?Kadang Indianar dulu yang
memandangnya,lalu mereka saling tersenyum keambali.Aneh.
Keadaan seperti itu semakin memuncak,ketika akhir-akhir ini
Indinar sering berguaru dengan Wanda di bangku belakang saat istirahat.Mereka
tertawa bersama,kadang sampai berbisik-bisik seperti ada yang tak boleh
seorangpun tahu.Aku seperti dibakar cemburu oleh kedekatan mereka.Apalagi
akhir-akhir ini Wanda jarang sekali membalas pesanku,bahkan saat aku telephon
keruamahnya pun,mbak Inah selalu bilang Wanda tidurlah,keluarlah,mandilah,dan
sebagainya alasan yang aku terima.
Akhirnya pada hari Sabtu aku bertanya pada Wanda.Aku bilang
sejujur jujurnya tentang perubahan sikap dia selama ini.Wanda hanya diam tak
menjawab.Aku juga katakan bahwa ku sangat kecewa bahwa sekarang dia tak pernah
membalas pesanku dan tak mau manjawab telephon dariku.Lagi-lagi dia diam.Dan
tak lupa aku sampaikan kepadanya tentang kedekatannya sama Indinar.Dan sekali
lagi ia membisu,ahh ingin aku bentak saja anak ini.
Lalu dengan muka yang seperti tak bersalah ia tersenyum
lalu memelukku.Kurasakan hangatnya pelukan gadis manis ini.Untuk beberapa menit
ia masih dipelukanku,pohon beringin tengah taman kota menjadi saksi bisu dari
apa yang kurasakan saat aku dipeluk Wanda.
“Happy Birthday sayang..” sekali lagi ia memelukku.Tunggu !
ya Allah,bahkan aku lupa dengan ulang tahunku sendiri diakibatkan aku sering
kepikiran tentang Wanda.Aku baru ingat bahwa tanggal 26 November ini aku
berulang tahun.Aku sedikit terharu dengan ucapan Wanda.Aku mengangguk di
pundaknya.Hmmm kuakui dia sahabat yang baik,tapi apakah memang baik mengelabuhi
ku dengan tindakannya selama ini yang seperti menjauhiku?
“Maaf ya,selama ini aku ngehindar dari kamu,nggak pernah
bales pesanmu,nggak pernah angkat telephone mu,terus maaf juga jika jam
istirahat aku selalu sama Indinar dan tak mengajakmu”
“Itu semua bagian dari hadiahku yang aku rangkai buat
kamu,khususnya buat hari ini sekali lagi selamat ulang tahun ya” lanjutnya
Aku masih tak mengerti maksudnya,hadiah? Mana hadiahnya.Di
tahun-tahun sebelumnya ia selalu membawa kotak berukuran sedang sebagai
hadiahnya padaku.Tapi sekarang mana? Apa nggak dia kasih sekarang? Sebenarnya
aku tak mengharap itu,dia ingat ulang tahunku pun,itu lebih dari cukup.
Melihatku masih terdiam dia akhirnya bilang.
“Maaf ya,di ulang tahunmu yang ini aku tak membawa kotak
kecil yang dibungkus kertas kado warna kesukaanmu (biru),hadiahku kali ini beda
lho”
Aku masih terdiam.Lalu dia menggapai tanganku.
“Yola...” dengan nada yang ingin teriak tapi
tertahan.”Aku....aku udah pacaran sama Indinar....impianku terwujud Yola,do’a
kamu juga terwujud,akhirnya aku bisa dapetin dia,aku.. seneng bangett” katanya
lalu memelukku lagi.”Terima kasih atas do’a kamu dulu,akhirnya...” lanjut
sohibku ini.
Kurasakan air hangat membendung di sudut mata.Ingin keluar
tapi kenapa begitu susah.Jadi ini hadiah Wanda untukku? Aku tak tahu apa yang
seharusnya aku katakan setelah ia melepaskan pelukannya.Sekarang aku
mengerti.Terjawab sudah rasa penasaranku saat ini.Ahh kenapa ini bisa terjadi? Hadiah
di hari Sabtu yang benar-benar membuat hatiku lumpuh.Lidahku terkaku.Seperti di
cekik rasanya leherku.Sesak rasanya dada ini.Bukan.Bukan karena dipeluk Wanda,tapi
atas hadiahnya.
Setelah terlepas pelukan itu,aku menahan semuanya.Menahan
tangis,menahan sesak,menahan cekikan,dan menahan kelumpuhan.Aku berusaha biasa
saja layaknya sahabat yang sangat senang ketika sahabatnya sedang berbicara
tentang pacar barunya,yang ia sayang,yang ia cinta.
Akhirnya impian Wanda terwujud juga,begitu juga
Indinar.Sekali lagi,terimakasih atas hadiahmu,sahabatku,Wanda..
**
Hari ini aku bersiap-siap.Untuk pindah.Pindah rumah.Pindah
kehidupan,pindah hati (mungkin),pindah teman (mungkin).Tentunya aku pindah hari
ini setelah kelulusanku dari SMP Setya Dharma.
Hatiku terlalu terjebak di kota ini.Tak tahan menahan batin
yang selalu terpukul oleh sahabatku sendiri.Harus kuakui,aku masih menyimpan
rasa kepada Indinar.Aku tahu aku begitu berdosa,tapi setidaknya aku tak munafik
kepada hatiku sendiri.
Tanpa pamit kepada Wanda ! aku mulai menjelajahi jalan
menuju kota Yogyakarta.Aku akan meeneruskan pendidikanku di kota gudeg
itu,karena selain alasanku yang tadi aku pindah juga karena tugas ayah yang
dipindah keluar kota.
Kupandangi jalan melalui kaca mobil yang masih terselimuti
embun,bekas hujan tadi.Aku masih tak percaya akan meninggalkan kotaku
ini.Handphone yang dari tadi berdering tak kuahiraukan,aku terlalu malas untuk
mengutak-atik benda itu.Palingan juga dari Wanda yang akan curhat tentang
Indinar.
Karena terlalu bising mama menyuruhku mengangkat telephone
itu.10 panggilan tak terjawab.Akhirnya Wanda menelephon lagi dan aku angkat.
“Hallo”
“Hallo Yola kamu dimana?”
“Aku di jalan”
“Ehh kenapa kamu jahat banget ninggalin aku? Aku tahu kamu
pindah kan? Kenapa nggak bilang ke aku?”
“Tau dari mana kamu?”
“Rumah kamu sekarang di tempati tante kamu kan? Tadi aku
kerumahmu pas aku panggil kata tante kamu,kamu udah berangkat ke Yogya,dan kamu
bakalan seterusnya disana,kamu nggak salah??”
“Nggak,aku nggak salah.Ini keputusan yang paling baik
buatku.Maaf aku nggak ngasih tau kamu”
“Yola,kenapa kamu nggak bilang.Tahu nggak aku dan Indinar
nggak percaya kamu bakalan jauh dari kita.Aku dan Indinar....” klik!
Aku putus telephone nya.Aku lepas SIM Card nya,dan aku geletakkan
handphone ku begitu saja.Aku nggak mau mendengarkan semua tentang Indinar dari
Wanda.Aku sangat tidak mau !
**
Kota Lumajangku..
Semua kenanganku masih tersisa disana,kenangan baik maupun
buruk.Terutama kenangan di saat Wanda memberiku sebuah hadiah tepat hari Sabtu
di taman kota untuk ulang tahunku,sungguh hadiah yang sangat menyayat untukku.Hatiku,juga
masih tertinggal di kota mungil itu.Kepada Indinar,hatiku masih kepada Indinar.Genap
3 tahun sudah aku menyukainya ahh mencintainya maksudku.Yaaah aku masih nggak
percaya aja aku bisa sejahat ini kepada sohibku sendiri.Bermunafik kepada dia
selama berbulan-bulan ini.”Mungkin Indinar memang untuk Wanda.Ya! untuk
Wanda,bukan aku!” Batinku menjerit.
Entah .. apa yang akan terjadi selama hidupku di Yogya selanjutnya.Semoga
tak lebih buruk dari kota Lumajang.
**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar