Sabtu, 26 Oktober 2013

Pelangi Senja di Kota Pisang


Senja mulai menyapa,saat mulai kususuri alun-alun kota Lumajangku setelah pulang dari tempat bimbingan belajar.Ku tak sendiri,di sampingku ada seorang yang selalu bersamaku,Kian namanya.Dia selalu bersama denganku,bahkan tak jarang teman-teman menganggap kami ‘pacaran’, jelas kubantah kata-kata mereka.Tapi dasarnya,aku memang ada rasa tertarik padanya,ketertarikan itu muncul setelah aku sudah cukup matang berkenalan dengannya.Dan setelah kumengetahui sifat-sifatnya.Sifat yang diidamkan oleh para remaja perempuan sepertiku.

Kami berjalan dengan iringan gerimis yang diam-diam membasahi tubuh kami.Gerimis sedikit menderas saat kami berjalan sampai di Adipura,dan masih menderas di alun-alun tempat kuberada saat ini.Aku saat itu hanya memakai kaus lengan panjang,dan aku lupa tak membawa  jaket.

Dinginnya kota pisang ini mulai merasuk,tajam sekali.Serasa berada di Kecamatan Senduro,dataran tinggi Kabupaten Lumajang yang berada di sekitar Gunung Semeru.Ku bersendekap sambil sesekali mengelus lenganku.Kulirik sedikit ke arah Kian yang dari tadi hanya diam menunduk mengikuti langkahku yang sedikit kupercepat.Tak sengaja aku bersin,sontak Kian kaget.

“Kamu..kamu pucat,tanganmu kaku”,katanya sambil memegang telapak tanganku.Aku hanya terdiam,dingin semakin lancang memasuki tulang rusuk.Bibir mulai sukar untuk degerakkan.

“Kamu duduk disini sebentar,jangan kemana-mana”,lalu dia memakaikan jaketnya padaku dia sedikit memelukku.Sedetik kurasakan kehangatan saat di peluknya.Nyaman.

“Kamu mau kemana?”,tanyaku.

“Mau beli .... pokoknya tunggu disini oke?”,dia tersenyum.Aku hanya mengangguk.Kulihat disekitar,banyak orang berteduh.Kuayun-ayunkan sedikit kaki yang berselimut kain jeans ini,untuk sedikit menahan gertakan gigiku karena dingin.

Tak sengaja kumendongak,ada tujuh warna terindah di langit,warna yang panjang membentang indah,pelangi.Menarik sekali ciptaan Tuhan ini.Menghiasi bumi Lumajang,kota mungil yang dijuluki kota pisang.Memang,kota kelahiranku ini jarang ada yang mengetahui,karena tempatnya yang tak seluas kota Probolinggo,Malang,ataupun Jember.Tapi aku bangga telah lahir disini,di Lumajang Atib Berseri,itulah sebutannya.

Tiba-tiba Handphoneku berdering tanda masuknya SMS.Dari ayah,dia khawatir denganaku,ku SMS balik,aku bilang ada di masjid agung tepat sebelah barat alun-alun kota.Aku tidak bohong,karena tempat yang kududuki saat ini tepat di trotoar depan masjid yang berdiri kokoh.”Jangan lupa sholat” balasnya,akau balas lagi “iya”.Kian datang sambil menggaruk kepalanya yang entah gatal atau tidak dengan muka nyengir.

“Mau beli apa,kok cepet,mana barang belian kamu?”,dia menoleh ke arah gerombolan orang.Ternyata gerombolan orang itu berebut membeli jagung rebus.Pedagang jagung itu datang mulai sekitar jam 17.00,sudah dari dulu begitu.

“Ohhh jagung,terus mana sekarang si jagung?”,tanyaku sambil mengayunkan kaki,dan kurasakan dingin di tubuhku sedikit sirna.Walaupun masih membekas hawa dingin itu di sela-sela tubuh mungilku.

“Kamu lihat sendiri kan,masih antri.. nanti aja ya belinya,kita sholat dulu”,ajaknya ketika terdengar suara adzan maghrib.Inilah yang membuat aku tertarik padanya,sikap yang teladan menjunjung tinggi nilai agama.

“Ayo...”,kuberanjak dari bangku yang kududuki.Berjalan berdua menuju teras berpaving di masjid agung,disebut agung karena masjid ini terbesar di Lumajang.

Setelahnya,dia menepati janji.Dia mengajakku membeli jagung rebus didepan kantor Pemda.Sudah tak ada bergerombol orang membeli,hanya sebagian.

“Pak,beli empat ya,ohh nggak deh beli enam aja”,aku sedikit terbengong kok banyak bener jagung yang dia beli.Oleh-olehkah ? tapi untuk siapa ?

“Ki,banyak bener,buat siapa aja?”,dia hanya ketawa kecil.Setelah membayar,dia menarikku dan kami duduk di bangku taman.Dibawah terangnya lampu kita bergurai sambil memakan jagung rebus yang Kian beli.

“Enak?”, aku mengangguk.Tak menggubris karena sibuk menghancurkan jagung yang kukuyah dengan semangatnya.Karena masih hangat.

“Maaf ya Yasmin,kalau dari awal aku nurut kamu kita naik sepeda ke bimbel,nggak bakalan kayak gini,pasti ayah kamu bingung ya?”

“Ahh nggak apa-apa,meskipun kita bersepeda sama aja,sama-sama kena gerimis,sama-sama kedinginan,sama-sama bersin”,lalu kutertawa.

“Kamu jangan menyepelekan gitu dong,aku kan nggak mau kamu kenapa-kenapa” katanya sambil terus memakan jagungnya.Aku tersenyum melihatnya,lucu juga ini bocah.

“Syukurlahh ada yang peduli sama aku,hahaha”

“Yahh,ketawa lagi.Kapan lagi kalau nggak sekarang,ini nggak bakalan datang kedua kalinya.”

“Hehe,jangan bilang begitu,do’ain aja kalau besok,lusa atau kapanlah kita bisa seperti ini lagi”

“Semoga aja do’a kamu didengar,dan aku masih diberi kesempatan”,kutatap dia sesaat,lalu dia kembali tersenyum.Aku memang sangat mengharapkan kita bisa begini lagi,aku ingin sekali.

“Ehh menurut kamu gimana hari ini?”

“Istimewa,apalagi sekarang hari sabtu,hari kesukaanku,terus sorenya bermain grimis sama sahabat aku,ngeliat pelangi,di beliin jagung rebus pula,lalu makan bareng di bangku taman,hahaha”

“Masa sih istimewa?”,tanya Kian dengan memasang nada serius aku hanya  mengangguk.

“Kalo istimewanya dari aku apa?” katanya sambil menaik turunkan alisnya yang tebal dan nggandeng itu.

“Hiiii,aneh kamu, ahaha”

“Ahh kamu,aku beneran nihh tanyanya”.Kudapati wajah Kian bertambah keseriusannya.Kutatap matanya lekat-lekat.Sekilas kudapati cercahan kasih sayang bersarang di bola matanya.Kutatap dan kutatap,menggoda sekali mata sayunya itu.Sempat kuberfikir,kapan aku bisa memilikinya sebagai.. kekasih? Mungkin..tapi  tak mungkin,ahh hanya fikiran konyol.

 “Istimewanya kamu,yaaa kamu baik,terus apa lagi ya..”

“Ganteng ?”

“Yaahh PD banget si abang..”

“Harus dong,hehehe..ehh keren juga kalau kamu manggil aku abang”.

Awalnya aku sedikit mengganjal kalo aku manggil abang.Tapi jujur,dari dulu aku memang ingin manggilnya abang karena menurutku keren aja,hehe.Ya sudah mumpung dia ngizinin,aku panggil saja dia abang.

“Ehh Yasmin,aku mau bilang sesuatu sama kamu”,katanya membengkokkan badannya hingga berhadapan denganku.Keseriusan mulai lagi terpasang di wajahnya.

“Ngomong aja,silahkan abaaang,....” aku tersenyum

“Aku... akuu..emmmm aku...,Yasmin aku..,aku beneran ganteng kan?”

“Huaahahahaha” ,kutertawa bebas.”Pertanyaan sangat konyol wahai abangku,konyol banget,huaahahaha“

“Ahh Yasmin kok gitu”, dia pasang muka cemberut.

“Kian.. Kian,atas dasar apa kamu nanya gitu ke aku?”

“Yaa nggak apa-apa sihh cuman iseng,tapi menurut kamu gimana ?”

“Yaaa demi abangku,iya dehh kamu ganteng,jangan cemberut dong abang”.Kucubit pipinya,dia memegang pergelangan tanganku,dia menurunkannya.

Dia tersenyum,”kamu memang sahabat ku,janji ya jangan tinggalin aku” sambil menagangkat jari kelingkingnya.Kulipatkan jari kelingkingku,bersatu dengan kelingking Kian.

“Janji” jawabku lantang namun pelan.

“Ya sudah,kita pulang aja ya,aku takut kamu dimarahin nanti” katanya dengan nada khawatir.

“Oke,yuk cabut”

“Ehh ini,aku tau adik kamu suka sama jagung rebus,jadi aku beliin”

“Ahh kamu,nggak usah repot-repot”

“Nggak apa-apa,kapan lagi aku bisa ngasih kayak gini,ambil dong”

“Makasih ya Kian”

“Sama-sama nona”,keren dia manggil aku nona.

Kita mulai beranjak dari bangku,kita pulang melewati taman lalu lintas.Tapi sebelumnya dia mengajakku berhenti di jalan.

“Mau ngapain lagi?”.

Dia tak menjawab,lalu dia mengeluarkan cutter,dia mulai mengukir sesuatu di pohon samping trotoar taman.

Ternyata dia mengukir  “abang love nona”.Sedikit ku memutar otakku,nona itu...

 “Siapa nona?”

“Kamu”

“Ihh lebay,kirain mau nulis apa,ayo ahh pulang” ku menariknya.Ya Tuhan ternyata benar,nona itu aku.Ingin terus aku dipanggil dengan sebutan itu.

***

Malamya aku bermimpi.Aku dan Kian pergi ke salah satu pantai di kota Lumajang,pantai Bambang namanya.Pantai yang terkenal sekali di Lumajang.Pantai yang berbatu cukup banyak.Kumenyusuri bibir pantai bersama Kian.Kami saling mengobrol layaknya teman,bukan yang lain.Entah apa karena ini mimpi,pantai yang biasanya ramai ini tiba-tiba sepi.Serasa berada di tempat asing aku saat itu.Tiba-tiba Kian berlari menuju bibir pantai agak mendalam.Selanjutnya dia menepi dan mulai melakukan sesuatu.

Ku mendekat.Dengan langkah penuh penasaran.Telah kudapati ternyata Kian menyusun rapi batu kerikil berwarna merah.Menyusun sebuah kata sehingga membuat kumengukir senyum.

“Lihat niih bagus kan?”,katanya bernada gembira.Kumengangguk puas.Lagi-lagi dia membuat kalimat itu “abang love nona”.

Dia mendekat,tak meyentuhku sama sekali.Hanya mendekat,berdiri dengan jarak dua jengkal dari wajahku.

“Jaga diri kamu baik-baik ya,kamu jangan mengecewakan sahabatmu ini.Kamu harus seceria mungkin,aku nggak mau lihat kamu sedih”,dia mengukir senyum di bibir mungil merah jambunya itu.

Tiba-tiba dia menjauh,berjalan tanpa menoleh sedikitpun ke arahku.Ku masih melihat punggung laku-laki itu.Hingga akhirnya dia menghilang,dan aku terbangun...

***

Keesokan harinya,tepat pukul 08.00 Sandra  nelfon aku.

“Iya San,ada apa?”

“Kamu jam berapa kesana?”

“Kesana? Kemana?”

“Ya melayatlah,lemot banget”,nada Sandra yang centil ini terdengar agak sumbang.

“Hahh siapa yang meninggal?”.Jujur aku sedikit kaget.Kok nggak ada kabar sama sekali kalau ada yang meninggal.Biasanya kalau ada kabar-kabar seperti ini yang tahu dulu si Kian,tapi Kian kok nggak SMS.Uhh awas aja ya Kian,katanya sahabat.

“Tttemen kkakamu,lhlhooh eemmang kkamu ngggak tau”,Sandra sedikit gugup.

“Siapa San,kenapa kamu gagap gitu sih?”

“Emmm Kian Yas..”

“Kenapa ? Kian yang ngabarin ya kalau ada yang meninggal,uhh dasar aku nggak di kasih tau”,kataku sok cemberut.

”Bukan,Kian yas.. Kian yang meninggal”,terasa berhenti  jantungku.Tak ada rasa sama sekali ketika kucubit lenganku,”ahh aku mimpi” lalu buram rasanya penglihatanku,kepalaku pusing dan... aku tak sadarkan diri.

***

Samar-samar kudengar tangisan,lalu kubuka mata.Ternyata teman-temanku sudah mengelilingi tempat tidurku.

“Lhohh kok kalian disini? Kenapa kalian nangis? Lhoohh San? Baru aja aku mimpiin kamu ,kamu nelfon aku masa kata kamu Kian meninggal,konyol banget”

“Yasmin,kamu nggak mimpi,itu beneran”

“Ahh nggak mungkin,kemaren pulang bimbel aku sama Kian terus kok,malah aku sama dia baru pulang jam setengah delapan malem,dia nggak apa-apa kok,dia masih sehat,Kian masih ada”

Tiba-tiba Hpku berbunyi,pertanda panggilan masuk.

“Tuhh kan Kian nelfon,kalian sihh sok dramatis,nggak lucu tau”.Mereka berpandangan satu sama lain dengan wajah bingung.

“Hallo Ki,ada apa?”

“Aaku bukan Kian dek,aku kakaknya,dek kamu kesini ya sekarang,cepet dek sebelum Kian udah dibawa”

“Kak Lydia? Emang ada apa kak? Kian mau dibawa kemana?”

“Pokoknya kamu kesini,sekarang”.Lalu kak Lydia menutup telfonnya.

“Apa kata kak Lydia ?”

“Aku suruh kesana,suruh cepet-cepet katanya sebelum Kian dibawa,aku nggak tau maksudnya”

Tiba-tiba pintu kamar terbuka,ternyata mama.

“Yasmin,ayo berangkat kamu nggak ke rumah Kian ?”

“Lhohh mama mau kerumah Kian ?”

“Iya,mama mau ketemu bundanya Kian”.Mama tumben banget mau bertemu bundanya Kian.Ada urusan apa ya?

Lalu aku,mama,Sandra,dan ketiga temanku yang lain menuju kerumah Kian,menaiki mobil keluargaku.

Tepat di pagar rumah Kian terpasang bendera kuning,siapa yang meninggal? Nggak mungkin kan kalo Kian.Tapi siapa? Bukannya nenek Kian udah meninggal 2 tahun lalu? Pikiranku campur aduk.Ku tak peduli,lalu aku masuk langsung menemui kak Lydia,matanya sembam sehingga matanya semakin keliahatan tambah mungil.

“Aku udah dateng kak,mana Kian?”.Kak Lydia menggeleng sambil sesenggukan lagi.

Tiba-tiba dari kamar Kian keluar tante Erni bunda Kian,dia menangis histeris,dibopong ayah Kian.

Aku terlihat seperti orang begok pada waktu itu,kenapa baru kusadari kalau ternyata Kian benar-benar meninggal.Tak terasa air matapun mengujan deras di pipiku.

“Kian..” desisku.Kakiku terasa lemas.Tak kuat menahan tubuh.

Kak Lydia yang menyadari,langsung memelukku erat-erat,kami berdua sama-sama nangis.Diikuti tangisan Sandra dan teman-teman lain ketika keranda Kian mulai diangkat menuju ke pemakaman.

Aku tak berani melihat,aku tak kuat,kenapa secepat ini dia pergi?

Setelah keranda di bawa sekitar 10 menit,tangis kami sedikit mereda,walau masih sesenggukan.Setelah kak Lydia melepaskan pelukannya.

“Ini untuk nona dari abang”,kak Lydia tersenyum padaku dengan air mata yang masih menetes.Secarik kertas kuterima dari tangan mungil kak Lydia.

“Itu dari Kian”.Mulai kubuka.Hatiku bergetar saat kumulai mebuka lipatan kertas berwarna biru itu,warna kesukaan Kian.

“Haii nonaa...

Selamat membaca suratku ya.Surat ini kutulis khusus untuk nona Yasmin.Yasmin... sebenernya waktu kita di alun-alun kota itu,aku mau ungkapin perasaanku ke kamu.Perasaan sayang dan cinta aku ke kamu.Tanda persahabatan itu hanya untuk pnghiburku aja,karena aku nggak berani ungkapin kalo aku suka sama kamu.Soalnya setiap kamu bicara itu kamu anggap aku ini bener-bener bercanda,padahal keseriusanku kemaren itu bener-bener yang paling serius,tapi kamu malah ketawa melulu.Sejak itu aku berfikir kalo kamu nggak suka sama aku.. dan aku mau bilang sama kamu kalo aku bener-bener bahagia walau kamu nganggep aku sahabat yang baik,abang sayang banget sama nona,sekarang abang tak berdaya,abang menunggu  ajal yang datang kepada abang,abang harap kamu bersama orang lain yang lebih sempurna dari abang,lihatlah pelangi senja dengan kekasih kamu nanti nonaku Yasmin, abang say.....”

“Kenapa nggak diterusin kak..”

“Karena dia langsung melepaskan pena dan kertas ini jatuh,beberapa detik selanjutnya.. dia menghembuskan nafas terakhirnya”,kak Lidya mulai sesenggukan lagi.

Beribu penasaranpun muncul,kenapa Kian meninggal ? kenapa sangat mendadak sekali?

“Tapi kak... apa yang menyebabkan dia meninggal?”.

“Dia menderita kanker otak stadium 4,kami sekeluarga baru tau 1 bulan yang lalu”.Kanker otak ? kenapa Kian nggak bilang,kenapa ? ya ampun Kian,maafin aku.

“Dan Kian sangat menolak untuk menjalani kemoterapi,kami tidak bisa memaksanya.Kadang aku merasa aneh juga,orang sakit kok nggak mau di sembuhin.Malah dia Cuma bilang,’kalo udah waktunya udahlah... pengobatan Cuma pereda aja,ngabisin uang’ katanya gitu.Sering dia bilang gitu” lanjut mahasiswi ekonomi itu.

Kak Lidya meneruskan,”tadi malam setelah pulang dari bimbel dia merasa pusing setelah itu dia terlihat pucat dan dia pingsan.Kami membawanya ke rumah sakit.Ternyata Kian kambuh,akhirnya dini hari tadi sekita pukul 02.30 dia... meninggal saat Bunda baru mengucap Amin dari permintaan do’anya di shalat tahajudnya agar Kian sembuh,Bunda langsung histeris dan beliau pingsan.Aku dan ayah semakin bingung waktu itu.Dan surat itu.. mungkin Kian sudah merasa kalau dirinya akan tiada.Dia langsung menulis surat itu untuk kamu.”

“Kian.. secepat inikah kau pergi ? kenapa ? Ya Allah,Kau tidak mengabulkan do’aku agar aku bisa seperti kemarin.Tapi bagaimanapun juga ini kehendak Kau..”,lirihku dalam hati.

Setengah jam kemudian aku dan teman-teman diantar ke makam Kian,setelah mendoakan Sandra dan temen yang lain berpamit pulang.Di makam tinggal aku dan Kak Lydia.

“Yasmin,aku minta sama kamu,kamu jangan lupain Kian ya,walaupum Kian udah nggak ada dia tetep sahabat kamu,abang kamu,buat dia bahagia ya..”

“Pasti kak,aku sayang sama Kian,aku janji bakalan buat dia tersenyum kak.”

“Kian aku janji,aku nggak bakalan ngecewain kamu,aku sayang kamu,biarlah pelangi di senja yang menghiasi langit kota kota ini sebagai saksi bisu kebersamaan kita,kebersamaan terakhir kita,pasti aku kenang.. Kian” kataku dalam hati dengan terus mengelus nisan Kian.Kak Lydia megelus pundakku ketika setetes butiran air mata mulai jatuh ditanah makam Kian.

Hembusan hangat melewatu bulu romaku,kuterpejam.

“Aku merasakan Kian...."



created by: yusmi.2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar