Aarun: Kenangan
Grreetttt…
Suara gerbang besi warna hitam terseret. Remaja berusia 17
tahun masuk dengan menenteng sepatunya yang basah. Wajahnya yang cool ditambah dengan rambut yang sedikit
acak-acakan menambah semakin terlihat…ganteng.
Gerimis masih terasa jatuh perlahan menimpa wajahnya saat dia melewati teras
rumah. Dia masuk lewat garasi samping rumahnya.
Ayah terlihat mengelap mobil Honda Jazz merahnya.
“Assalamualaikum. Waalaikumsalam” sindir ayah
“Assalamualaikum” mencium tangan ayahnya
“Waalaikumsalam, lesu banget” Tanya ayah
“Nggak apa-apa cuman laper aja, ngedit foto itu nggak kerasa
kalau belum makan seharian”
“Yaudah mandi sana terus makan, mama masak capcay”
Aarun tersenyum dan memasang tangan menandakan berkata “sip”.
Lalu melemparkan begitu saja sepatu itu di dekat mesin cuci.
Aarun memasuki kamarnya di lantai 2. Duduk sebentar pojokan
ranjang.
Kayak pernah tau anak
itu, siapa ya? Gumamnya dalam hati. Sekelebat ingatan mulai melewati dalam
pikirannya. Sambil melepas seragam sekolahnya sehingga dia hanya memakai kaos
polos saja sekarang. Dia berada di depan cermin, memandang sekilas wajahnya.
Dia susuri wajah lusuhnya mulai dari ujung rambut, kemudian dahi, alis kanan
alis kiri. Wait! Alis kirinya terdapat bekas guratan luka disana. Dia memandang
dengan dalam. Mencoba mengingat kejadian itu.
Masa iya itu dia?
“Aaruunnnnn lain kali kalau naruh sepatu jangan
dilempar-lempar gitu. Mau mama buang apa?” teriak mama dari bawah. Keras
sekali. Hufftttt iya… hanya gumamnya
yang hanya dia sendiri yang mendengar
Aarun berbalik badan dan menyambar handuk warna biru tua.
Tiba-tiba lupa akan bekas guratan luka di alis sebelah kirinya.
Setelah mandi Aarun langsung menuju meja makan. Capcay
kesukaannya sudah disiapkan mamanya.
“Itu sepatunya mau dicuci apa nggak? Kotor gitu digeletakin
gitu aja. Besok nggak ke skolahan lagi?” Tanya mama
“Biarin aja deh ma, besok aja aku cuci. Besok ngedit foto di
rumah aja. Badan aku juga agak nggak enak”
“Yaudah, banyakin minum air putih dek” mama meninggalkan
ruang makan
Sambil makan, Aarun mengutak atik HP nya yang dari tadi
berbunyi, diskusi grup “Crew Buku Kenangan SMADA”. Sambil melihat-lihat story
WhatsApp, isinya hampir semua kata-kata perpisahan. Sampai pada story milik Linda
SMASA (SMA Satu)
Storynya berisi foto hasil screenshoot grup kelasnya dengan caption “yang bener aja ini
grup rame gara-gara sepatu ketuker”
“Apaan si nggak jelas banget” lalu Aarun meletakkan HP
nya.
“Wooeeee hahaha” Nandra, kaka Aarun, menepuk kedua bahu Aarun dan hampir tersedak
Selalu.. gumam Aarun
“Makan, makan, makan. Eh dek, kameranya di kamu? Masih kamu
pake nggak? Kakak mau pinjem, temen kakak besok ada yang tunangan”
“Pake aja, udah selesai kok. Temennya yang tunangan tapi
abang yang heboh” sambil terus menyendok makannya
“Ya emang kenapa? cuman mau mengabadikan momen temen, dan
momen reuni besok hehe” mulai mengambil nasi
“Padahal belum acara nikahannya..” kata Aarun
“Biarin kenapa si”
“Sama rempongnya sama kak Nanda, kembar, semuaaanya kembar
juga” dengan muka cueknya Aarun
“Ngomong apa?”
“Nggak, itu nggak ambil ayamnya? Mau aku ambilin?” Aarun mengalihkan
“Mau deh, satu, eh dua”
Aarun mengambilkan dua potong ayam, lalu beranjak dari
tempat duduk dan menuju tempat cuci piring. Cipratan air mengenai wajahnya, Aarun mengusapnya dengan punggung tangannya. Sampai pada alis sebelah kiri
dia berhenti. Ohh iya, bekas luka ini.. Buru-buru
dia selesaikan cuci piring, dan kembali ke kamar.
Aarun membuka laci kecil di lemari dekat tempat tidurnya.
Ada secarik kertas disana, berisi tulisan, tulisannya sangat jelek. Dibuat
dengan terburu-buru oleh penulisnya. Inti dari tulisan itu adalah permintaan
maaf.
Maaf, aku tadi nyebrang
nggak liat-liat. Maaf ya semoga cepet sembuh.
-arn (aku cewek lo, maafin aku ya)
Aarun tertawa pelan, kertas itu ditemukan satu minggu di
tasnya setelah dia jatuh dari motor. Di sekitar alun-alun kota, saat dia pulang
sekolah tiba-tiba remaja perempuan dengan sama-sama mengenakan seragam sekolah
sama sepertinya berkejaran dengan seorang pria seperti di dalam sinetron saja.
***
Sore hari satu tahun yang lalu
Aarun mengendarai motor dengan kecepatan sedang, sampai di
alun-alun kota ternyata gerimis turun. Takut bertambah deras, Aarun menambah
kecepatan motor. Dari jauh ada seseorang mau nyebrang dengan terburu-buru
berlari sepertinya mau menyusul seorang laki-laki di depannya.
Tin tiiiin..
Tidak dihiraukan, perempuan itu tetap menyebrang, Aarun membanting setir ke kiri dan ternyata ada kucing juga yang akan nyebrang dari
kiri, Aarun semakin tidak bias mengendalikan lalu Brakkk jatuh menabrak pohon
dan tubuhnya jatuh dan kepalanya terbentur pucuk dari trotoar tersebut.
Orang yang pertama kali berlari adalah perempuan itu.
“Maaf maaf kamu nggak apa?” tanyanya
Aarun hanya memandang dengan wajah pucat, mengusap cairan
yang mengalir yang ternyata darah dari atas mata sebelah kirinya. Lalu dia tak
sadarkan diri.
***
Di balik kertas itu Aarun membalas dengan penuh emosi,
pada saat itu.
ENAK AJA MINTA MAAF DENGAN CARA KAYAK GINI! AKU HARUS NEMUIN
KAMU, HARUS MINTA MAAF SENDIRI DIDEPANKU!
-AAR (NGGAK PEDULI CEWEK!)
Tiba-tiba Aarun ngakak sendirian di kamar. Bisa-bisanya
dia nulis kayak gitu. Aarun geleng-geleng kepala. Hanya satu yang dia
pikirkan sekarang, kalau memang anak itu
tadi yang nulis pesan ini, aku harus bilang apa dulu ya sama dia?
Tiba-tiba bang Nandra masuk hendak mengambil kamera DSLR di
meja dekat jendela.
“Aku ambil ya, eh dipanggil mama. Ada temennya mama, bawa
anaknya katanya kenal sama kamu”
“Terus tujuannya manggil aku?”
“Mana gue tauu Bambang, mau dijodohin kali ya” bang Nandra
tertawa segera pergi karena menyadari Aarun mulai ngambek dipanggil Bambang.
Tak lama mama memanggil “Aarun, sini turun sebentar dek”
“Iya, bentaar”
Aarun melipat kertas itu, dan mengembalikan di tempat
semula.
ARN, kita harus
ketemu…
Cerita bersambung.