Minggu, 22 Maret 2020

Cerita 2

Aarun: Kenangan

Grreetttt…

Suara gerbang besi warna hitam terseret. Remaja berusia 17 tahun masuk dengan menenteng sepatunya yang basah. Wajahnya yang cool ditambah dengan rambut yang sedikit acak-acakan menambah semakin terlihat…ganteng. Gerimis masih terasa jatuh perlahan menimpa wajahnya saat dia melewati teras rumah. Dia masuk lewat garasi samping rumahnya.

Ayah terlihat mengelap mobil Honda Jazz merahnya.

“Assalamualaikum. Waalaikumsalam” sindir ayah
“Assalamualaikum” mencium tangan ayahnya
“Waalaikumsalam, lesu banget” Tanya ayah
“Nggak apa-apa cuman laper aja, ngedit foto itu nggak kerasa kalau belum makan seharian”
“Yaudah mandi sana terus makan, mama masak capcay”

Aarun tersenyum dan memasang tangan menandakan berkata “sip”. Lalu melemparkan begitu saja sepatu itu di dekat mesin cuci.

Aarun memasuki kamarnya di lantai 2. Duduk sebentar pojokan ranjang.
Kayak pernah tau anak itu, siapa ya? Gumamnya dalam hati. Sekelebat ingatan mulai melewati dalam pikirannya. Sambil melepas seragam sekolahnya sehingga dia hanya memakai kaos polos saja sekarang. Dia berada di depan cermin, memandang sekilas wajahnya. Dia susuri wajah lusuhnya mulai dari ujung rambut, kemudian dahi, alis kanan alis kiri. Wait! Alis kirinya terdapat bekas guratan luka disana. Dia memandang dengan dalam. Mencoba mengingat kejadian itu.
Masa iya itu dia?

“Aaruunnnnn lain kali kalau naruh sepatu jangan dilempar-lempar gitu. Mau mama buang apa?” teriak mama dari bawah. Keras sekali. Hufftttt iya… hanya gumamnya yang hanya dia sendiri yang mendengar
Aarun berbalik badan dan menyambar handuk warna biru tua. Tiba-tiba lupa akan bekas guratan luka di alis sebelah kirinya.
Setelah mandi Aarun langsung menuju meja makan. Capcay kesukaannya sudah disiapkan mamanya.

“Itu sepatunya mau dicuci apa nggak? Kotor gitu digeletakin gitu aja. Besok nggak ke skolahan lagi?” Tanya mama
“Biarin aja deh ma, besok aja aku cuci. Besok ngedit foto di rumah aja. Badan aku juga agak nggak enak”
“Yaudah, banyakin minum air putih dek” mama meninggalkan ruang makan

Sambil makan, Aarun mengutak atik HP nya yang dari tadi berbunyi, diskusi grup “Crew Buku Kenangan SMADA”. Sambil melihat-lihat story WhatsApp, isinya hampir semua kata-kata perpisahan. Sampai pada story milik Linda SMASA (SMA Satu)
Storynya berisi foto hasil screenshoot grup kelasnya dengan caption “yang bener aja ini grup rame gara-gara sepatu ketuker”

“Apaan si nggak jelas banget” lalu Aarun meletakkan HP nya.
“Wooeeee hahaha” Nandra, kaka Aarun, menepuk kedua bahu Aarun dan hampir tersedak
Selalu.. gumam Aarun
“Makan, makan, makan. Eh dek, kameranya di kamu? Masih kamu pake nggak? Kakak mau pinjem, temen kakak besok ada yang tunangan”
“Pake aja, udah selesai kok. Temennya yang tunangan tapi abang yang heboh” sambil terus menyendok makannya
“Ya emang kenapa? cuman mau mengabadikan momen temen, dan momen reuni besok hehe” mulai mengambil nasi
“Padahal belum acara nikahannya..” kata Aarun
“Biarin kenapa si”
“Sama rempongnya sama kak Nanda, kembar, semuaaanya kembar juga” dengan muka cueknya Aarun
“Ngomong apa?”
“Nggak, itu nggak ambil ayamnya? Mau aku ambilin?” Aarun mengalihkan
“Mau deh, satu, eh dua”

Aarun mengambilkan dua potong ayam, lalu beranjak dari tempat duduk dan menuju tempat cuci piring. Cipratan air mengenai wajahnya, Aarun mengusapnya dengan punggung tangannya. Sampai pada alis sebelah kiri dia berhenti. Ohh iya, bekas luka ini.. Buru-buru dia selesaikan cuci piring, dan kembali ke kamar.

Aarun membuka laci kecil di lemari dekat tempat tidurnya. Ada secarik kertas disana, berisi tulisan, tulisannya sangat jelek. Dibuat dengan terburu-buru oleh penulisnya. Inti dari tulisan itu adalah permintaan maaf.

Maaf, aku tadi nyebrang nggak liat-liat. Maaf ya semoga cepet sembuh.
-arn (aku cewek lo, maafin aku ya)

Aarun tertawa pelan, kertas itu ditemukan satu minggu di tasnya setelah dia jatuh dari motor. Di sekitar alun-alun kota, saat dia pulang sekolah tiba-tiba remaja perempuan dengan sama-sama mengenakan seragam sekolah sama sepertinya berkejaran dengan seorang pria seperti di dalam sinetron saja.

*** 

Sore hari satu tahun yang lalu
Aarun mengendarai motor dengan kecepatan sedang, sampai di alun-alun kota ternyata gerimis turun. Takut bertambah deras, Aarun menambah kecepatan motor. Dari jauh ada seseorang mau nyebrang dengan terburu-buru berlari sepertinya mau menyusul seorang laki-laki di depannya.

Tin tiiiin..

Tidak dihiraukan, perempuan itu tetap menyebrang, Aarun membanting setir ke kiri dan ternyata ada kucing juga yang akan nyebrang dari kiri, Aarun semakin tidak bias mengendalikan lalu Brakkk  jatuh menabrak pohon dan tubuhnya jatuh dan kepalanya terbentur pucuk dari trotoar tersebut.

Orang yang pertama kali berlari adalah perempuan itu.

“Maaf maaf kamu nggak apa?” tanyanya
Aarun hanya memandang dengan wajah pucat, mengusap cairan yang mengalir yang ternyata darah dari atas mata sebelah kirinya. Lalu dia tak sadarkan diri.

***

Di balik kertas itu Aarun membalas dengan penuh emosi, pada saat itu.

ENAK AJA MINTA MAAF DENGAN CARA KAYAK GINI! AKU HARUS NEMUIN KAMU, HARUS MINTA MAAF SENDIRI DIDEPANKU!
-AAR (NGGAK PEDULI CEWEK!)

Tiba-tiba Aarun ngakak sendirian di kamar. Bisa-bisanya dia nulis kayak gitu. Aarun geleng-geleng kepala. Hanya satu yang dia pikirkan sekarang, kalau memang anak itu tadi yang nulis pesan ini, aku harus bilang apa dulu ya sama dia?

Tiba-tiba bang Nandra masuk hendak mengambil kamera DSLR di meja dekat jendela.

“Aku ambil ya, eh dipanggil mama. Ada temennya mama, bawa anaknya katanya kenal sama kamu”
“Terus tujuannya manggil aku?”
“Mana gue tauu Bambang, mau dijodohin kali ya” bang Nandra tertawa segera pergi karena menyadari Aarun mulai ngambek dipanggil Bambang.
Tak lama mama memanggil “Aarun, sini turun sebentar dek”
“Iya, bentaar”

Aarun melipat kertas itu, dan mengembalikan di tempat semula.
ARN, kita harus ketemu…

Cerita bersambung.

Sabtu, 21 Maret 2020

Cerita 1


Runa: Sepatu

Temaram jingga muncul tanpa permisi, hawa sejuk berubah menjadi dingin. Suasana gelap mulai menyelimuti ruangan kelas yang   berukuran 5x6 m2 ini. Seorang perempuan masih sibuk memainkan jemarinya diatas keyboard laptop. Dengan earphone yang masih menancap di telinganya. 5 menit yang lalu Nata berpamitan pulang padanya. Dia hanya membalas dengan lambaian tangan taanpa melirik sedikitpun.

Sedetik dia menengok jam tangan. “Udah jam segini aja” gumamnya. Mematikan musik, melepas earphone, mematikan laptop hitamnya. Samar terdengar suara langkah kaki mulai mendekat. Suasana sunyi yang mencekat ketika langkah kaki berhenti di depan pintu kelas. Perempuan berusia 17 tahun itu diam. Memandang dalam, matanya semakin menyipit. Tiba-tiba masuk seorang pria.

“Pak!”
“Mbak! Haduh ngagetin aja”
Lalu mereka berdua tertawa.
“Mbak Runa belum pulang? Mau nginep?” Tanya Pak Ahmad bergurau
“Ini mau pulang kok pak, saya baru sadar kalau sudah jam segini” sambil memasukkan barang-barangnya ke dalam tas
“Pulang mbak, sudah mau malam ini” kata Pak Ahmad penjaga sekolah sambil menghidupkan lampu kelas
“Iya Pak Ahmad”

Pak   Ahmad meninnggalkan kelas disusul dengan Runa di belakangnya.

Pelataran sekolah masih penuh dengan genangan air. Runa berjalan sambil menggiring bola yang tadi dipakai teman-temannya bermain di lapangan saat hujan deras tadi siang. Lalu dia menendang pelan bola hingga pas berhenti di depan ruang olahraga. Dia berjalan menuju gerbang sekolah, tapi malah sepatunya terkena cipratan motor anak OSIS kelas 11 yang baru saja lewat, alas kakinya juga kotor penuh lumpur. Tanpa pikir panjang dia melepas sepatunya, tidak ada kata jijik bagi Runa.

Pas sekali di depan sekolah dia langsung disambut angkot, sepertinya ini angkot terakhir. Angkot ini penuh sesak, hanya bias dimasuki Runa, setelah ini tidak ada yang bisa masuk.

“Permisi ya” kata Runa kepada siswa laki-laki dari SMA 2 di sebelahnya, dan hanya dibalas dengan anggukan

5 menit kemudian siswa laki-laki itu turun di depan perumahan elit, Bintang Residence. Dan tanpa mengucapkan permisi dan maaf padahal kakinya menginjak kaki Runa yang sedikit berkata “Aw”, benar-benar tidak sopan menurut Runa.

Melewati Alun-alun kota, saat senja seperti ini mengingatkannya pada Kian. Kian yang tidak tau sekarang dimana, hanya meninggalkan luka dan kenangan lain yang bersimpuh di lorong masa lalu Runa yang sebenarnya tak ingin Runa ingat.

Sudah satu tahun setelah dia bilang mau nemenin aku sampai kita sama-sama lulus. Mungkin pikiran dia masih labil, mungkin aku juga. Hhh..dia mendesah sendiri dalam hati

“Perumahan Ragam Asri, pak” kata Runa 5 detik kemudian angkot berhenti tepat di depan portal

Dia menenteng sepatunya sambil merogoh saku bajunya hendak membayar. Terdengar suara klakson motor di belakangnya, itu Ari, tetangganya dari blok sebelah dan juga teman kecilnya.

“Ayok bareng” ajak Ari
“Siap” Runa berlari dan meloncat dengan indah di boncengan Ari
“Kok baru pulang, Run?”
“Iya, nanggung tadi aku terusin sampai selesai”
“Kan udah ujian, emang ngapain ke sekolah?”
“Nyusun cerita singkat buat dicantumin ke buku kenangan”
“Oooh gitu”

Motor matic hitam berhenti di depan pagar warna biru tua, yang banyak tergantung bunga anggrek disana.

“Makasih ya Ar, hati-hati dadaaa” kata Runa tertawa lebar sambil melambaikan tangan
“Dasar lebay, tar lagi belok dikit juga sampe”
Mereka berdua tertawa, dan Ari meluncur pelan menuju belokan.
Terburu-buru dia masuk karena akan mencuci sepatunya setelah mandi nanti.
“Mana kering besok kalau dicuci sekarang?”tanta ibu
“Tar lagi aku keringin di mesin cuci, abis itu angin-angin in di kipas angin haha” tertawa lebar
“Dasar, pasti besok bau tuh pas dipake, hiih” ibu bergidik

Runa melanjutkan mencuci sepatu, tanpa disadari di dalamnya ada ada gumpalan kertas.

“Kertas?” lalu dia keluarkan gumpalan kertas itu
“Aku nggak pernah naruh kertas disini” terheran
“Sebentar, kok warna tali spatunya abu-abu sih? Bukannya punyaku warna putih? Tapi satunya bener warna putih” dia terus memandang septau canvas warna abu-abu tua  berpelet merah tersebut
“Sebentar-sebentar” lalu dia pakai sepatu itu karena menyadari dari sekedar melihat saja ukurannya sudah beda
“Kok besar banget. Ha? 41? Ukuranku kan 39, nah ini satunya bener” tersadar saat dia lihat nomor sepatu di bagian bawah
“Ini sepatu siapa? Punyaku satunya mana”

Itu kan waktu aku beli sama Kian, sedih banget sii..masa ketuker? Sama siapa? Dia bergumam dalam hati

“Cepet deh kalau mau dikeringin, malah nongkrong” kata ibu
“Buk..”
“Hmm”
“Ini sepatuku, tapi kayaknya bukan sepatuku deh”
“Maksudnya?”
“Satu sama lainnya ukurannya beda, liat deh” Runa menunjukkan kepada ibunya
“Sama, kok”
“Bedaaa” Runa merengek
“Kamu sih, ada-ada aja pulang pake nenteng sepatu segala”
“Kotor buu.. basah”
“Nggaktau deh, cari sendiri” ibu beralih

Runa bengong.

Itu sepatu dibeliin Kian… Apa ibu-ibu habis senam tadi di angkot ya tega nuker sepatuku? Sepatunya kan tadi kayaknya juga basah, tapi, tapi masa tega sih sama anak sekolah. Kemana ya?

“Ibuuuuuk” panggil Runa
“Apa??” sahut ibu dari dapur
“Sepatukuuuu”
“Cari sendiriiii”
“Ibuuuuuk, itu sepatu dibeliin Kiaaaan” Runa merengek
“SIAPA ITU KIAN?” sambil mengangkat wajan berukuran kecil
Runa teriam. Langsung ngacir. Lari menuju mesin cuci.
“SIAPA ITU KIAN? Runaaaa?”

Yaaah ketahuan..

­Di kamar..
Grup WA: XII IPS 1, Runa mengetik…
Diberitahukan kepada teman-teman yang tadi ke sekolah dan sholat ashar bareng aku di mushollah dan ternyata sepatunya tertukar, mohon besok menemui saya karena saya juga baru sadar kalau sepatu saya mungkin tertukar dengan salah satu dengan kalian. Terimakasih.
Dinda : sepatu apaan? Liat
Runa: (foto)
Nata: OOooh sepatu yang dibeliin mantan? Biarin aja deeh haha
Wina: Wkwk mantan yaudah mantan aja
Yanuar: Lupain aja deh Run..
Runa: KOK JADI BAHAS INI SII, BAHAS SEPATUUUU
Verdian: Apakah besok kita bertemu, Run?
Umar: Kalean yang nggak bersangkutan minggir, biarin Runa dan Verdian..haha
Runa: terimakasih perhatiannya teman2, sekian

Kok jadi verdian yang jawab si. Sedih banget. Masa iya ini sepatunya Verdian? Apa iya? Apa iya dia jodohku? 

Mulai mengginggau

Tak lama HP nya berdering.
Verdian calling…
Huaaaaa……

Cerita bersambung.