Sabtu, 26 Oktober 2013

Pelangi Senja di Kota Pisang


Senja mulai menyapa,saat mulai kususuri alun-alun kota Lumajangku setelah pulang dari tempat bimbingan belajar.Ku tak sendiri,di sampingku ada seorang yang selalu bersamaku,Kian namanya.Dia selalu bersama denganku,bahkan tak jarang teman-teman menganggap kami ‘pacaran’, jelas kubantah kata-kata mereka.Tapi dasarnya,aku memang ada rasa tertarik padanya,ketertarikan itu muncul setelah aku sudah cukup matang berkenalan dengannya.Dan setelah kumengetahui sifat-sifatnya.Sifat yang diidamkan oleh para remaja perempuan sepertiku.

Kami berjalan dengan iringan gerimis yang diam-diam membasahi tubuh kami.Gerimis sedikit menderas saat kami berjalan sampai di Adipura,dan masih menderas di alun-alun tempat kuberada saat ini.Aku saat itu hanya memakai kaus lengan panjang,dan aku lupa tak membawa  jaket.

Dinginnya kota pisang ini mulai merasuk,tajam sekali.Serasa berada di Kecamatan Senduro,dataran tinggi Kabupaten Lumajang yang berada di sekitar Gunung Semeru.Ku bersendekap sambil sesekali mengelus lenganku.Kulirik sedikit ke arah Kian yang dari tadi hanya diam menunduk mengikuti langkahku yang sedikit kupercepat.Tak sengaja aku bersin,sontak Kian kaget.

“Kamu..kamu pucat,tanganmu kaku”,katanya sambil memegang telapak tanganku.Aku hanya terdiam,dingin semakin lancang memasuki tulang rusuk.Bibir mulai sukar untuk degerakkan.

“Kamu duduk disini sebentar,jangan kemana-mana”,lalu dia memakaikan jaketnya padaku dia sedikit memelukku.Sedetik kurasakan kehangatan saat di peluknya.Nyaman.

“Kamu mau kemana?”,tanyaku.

“Mau beli .... pokoknya tunggu disini oke?”,dia tersenyum.Aku hanya mengangguk.Kulihat disekitar,banyak orang berteduh.Kuayun-ayunkan sedikit kaki yang berselimut kain jeans ini,untuk sedikit menahan gertakan gigiku karena dingin.

Tak sengaja kumendongak,ada tujuh warna terindah di langit,warna yang panjang membentang indah,pelangi.Menarik sekali ciptaan Tuhan ini.Menghiasi bumi Lumajang,kota mungil yang dijuluki kota pisang.Memang,kota kelahiranku ini jarang ada yang mengetahui,karena tempatnya yang tak seluas kota Probolinggo,Malang,ataupun Jember.Tapi aku bangga telah lahir disini,di Lumajang Atib Berseri,itulah sebutannya.

Tiba-tiba Handphoneku berdering tanda masuknya SMS.Dari ayah,dia khawatir denganaku,ku SMS balik,aku bilang ada di masjid agung tepat sebelah barat alun-alun kota.Aku tidak bohong,karena tempat yang kududuki saat ini tepat di trotoar depan masjid yang berdiri kokoh.”Jangan lupa sholat” balasnya,akau balas lagi “iya”.Kian datang sambil menggaruk kepalanya yang entah gatal atau tidak dengan muka nyengir.

“Mau beli apa,kok cepet,mana barang belian kamu?”,dia menoleh ke arah gerombolan orang.Ternyata gerombolan orang itu berebut membeli jagung rebus.Pedagang jagung itu datang mulai sekitar jam 17.00,sudah dari dulu begitu.

“Ohhh jagung,terus mana sekarang si jagung?”,tanyaku sambil mengayunkan kaki,dan kurasakan dingin di tubuhku sedikit sirna.Walaupun masih membekas hawa dingin itu di sela-sela tubuh mungilku.

“Kamu lihat sendiri kan,masih antri.. nanti aja ya belinya,kita sholat dulu”,ajaknya ketika terdengar suara adzan maghrib.Inilah yang membuat aku tertarik padanya,sikap yang teladan menjunjung tinggi nilai agama.

“Ayo...”,kuberanjak dari bangku yang kududuki.Berjalan berdua menuju teras berpaving di masjid agung,disebut agung karena masjid ini terbesar di Lumajang.

Setelahnya,dia menepati janji.Dia mengajakku membeli jagung rebus didepan kantor Pemda.Sudah tak ada bergerombol orang membeli,hanya sebagian.

“Pak,beli empat ya,ohh nggak deh beli enam aja”,aku sedikit terbengong kok banyak bener jagung yang dia beli.Oleh-olehkah ? tapi untuk siapa ?

“Ki,banyak bener,buat siapa aja?”,dia hanya ketawa kecil.Setelah membayar,dia menarikku dan kami duduk di bangku taman.Dibawah terangnya lampu kita bergurai sambil memakan jagung rebus yang Kian beli.

“Enak?”, aku mengangguk.Tak menggubris karena sibuk menghancurkan jagung yang kukuyah dengan semangatnya.Karena masih hangat.

“Maaf ya Yasmin,kalau dari awal aku nurut kamu kita naik sepeda ke bimbel,nggak bakalan kayak gini,pasti ayah kamu bingung ya?”

“Ahh nggak apa-apa,meskipun kita bersepeda sama aja,sama-sama kena gerimis,sama-sama kedinginan,sama-sama bersin”,lalu kutertawa.

“Kamu jangan menyepelekan gitu dong,aku kan nggak mau kamu kenapa-kenapa” katanya sambil terus memakan jagungnya.Aku tersenyum melihatnya,lucu juga ini bocah.

“Syukurlahh ada yang peduli sama aku,hahaha”

“Yahh,ketawa lagi.Kapan lagi kalau nggak sekarang,ini nggak bakalan datang kedua kalinya.”

“Hehe,jangan bilang begitu,do’ain aja kalau besok,lusa atau kapanlah kita bisa seperti ini lagi”

“Semoga aja do’a kamu didengar,dan aku masih diberi kesempatan”,kutatap dia sesaat,lalu dia kembali tersenyum.Aku memang sangat mengharapkan kita bisa begini lagi,aku ingin sekali.

“Ehh menurut kamu gimana hari ini?”

“Istimewa,apalagi sekarang hari sabtu,hari kesukaanku,terus sorenya bermain grimis sama sahabat aku,ngeliat pelangi,di beliin jagung rebus pula,lalu makan bareng di bangku taman,hahaha”

“Masa sih istimewa?”,tanya Kian dengan memasang nada serius aku hanya  mengangguk.

“Kalo istimewanya dari aku apa?” katanya sambil menaik turunkan alisnya yang tebal dan nggandeng itu.

“Hiiii,aneh kamu, ahaha”

“Ahh kamu,aku beneran nihh tanyanya”.Kudapati wajah Kian bertambah keseriusannya.Kutatap matanya lekat-lekat.Sekilas kudapati cercahan kasih sayang bersarang di bola matanya.Kutatap dan kutatap,menggoda sekali mata sayunya itu.Sempat kuberfikir,kapan aku bisa memilikinya sebagai.. kekasih? Mungkin..tapi  tak mungkin,ahh hanya fikiran konyol.

 “Istimewanya kamu,yaaa kamu baik,terus apa lagi ya..”

“Ganteng ?”

“Yaahh PD banget si abang..”

“Harus dong,hehehe..ehh keren juga kalau kamu manggil aku abang”.

Awalnya aku sedikit mengganjal kalo aku manggil abang.Tapi jujur,dari dulu aku memang ingin manggilnya abang karena menurutku keren aja,hehe.Ya sudah mumpung dia ngizinin,aku panggil saja dia abang.

“Ehh Yasmin,aku mau bilang sesuatu sama kamu”,katanya membengkokkan badannya hingga berhadapan denganku.Keseriusan mulai lagi terpasang di wajahnya.

“Ngomong aja,silahkan abaaang,....” aku tersenyum

“Aku... akuu..emmmm aku...,Yasmin aku..,aku beneran ganteng kan?”

“Huaahahahaha” ,kutertawa bebas.”Pertanyaan sangat konyol wahai abangku,konyol banget,huaahahaha“

“Ahh Yasmin kok gitu”, dia pasang muka cemberut.

“Kian.. Kian,atas dasar apa kamu nanya gitu ke aku?”

“Yaa nggak apa-apa sihh cuman iseng,tapi menurut kamu gimana ?”

“Yaaa demi abangku,iya dehh kamu ganteng,jangan cemberut dong abang”.Kucubit pipinya,dia memegang pergelangan tanganku,dia menurunkannya.

Dia tersenyum,”kamu memang sahabat ku,janji ya jangan tinggalin aku” sambil menagangkat jari kelingkingnya.Kulipatkan jari kelingkingku,bersatu dengan kelingking Kian.

“Janji” jawabku lantang namun pelan.

“Ya sudah,kita pulang aja ya,aku takut kamu dimarahin nanti” katanya dengan nada khawatir.

“Oke,yuk cabut”

“Ehh ini,aku tau adik kamu suka sama jagung rebus,jadi aku beliin”

“Ahh kamu,nggak usah repot-repot”

“Nggak apa-apa,kapan lagi aku bisa ngasih kayak gini,ambil dong”

“Makasih ya Kian”

“Sama-sama nona”,keren dia manggil aku nona.

Kita mulai beranjak dari bangku,kita pulang melewati taman lalu lintas.Tapi sebelumnya dia mengajakku berhenti di jalan.

“Mau ngapain lagi?”.

Dia tak menjawab,lalu dia mengeluarkan cutter,dia mulai mengukir sesuatu di pohon samping trotoar taman.

Ternyata dia mengukir  “abang love nona”.Sedikit ku memutar otakku,nona itu...

 “Siapa nona?”

“Kamu”

“Ihh lebay,kirain mau nulis apa,ayo ahh pulang” ku menariknya.Ya Tuhan ternyata benar,nona itu aku.Ingin terus aku dipanggil dengan sebutan itu.

***

Malamya aku bermimpi.Aku dan Kian pergi ke salah satu pantai di kota Lumajang,pantai Bambang namanya.Pantai yang terkenal sekali di Lumajang.Pantai yang berbatu cukup banyak.Kumenyusuri bibir pantai bersama Kian.Kami saling mengobrol layaknya teman,bukan yang lain.Entah apa karena ini mimpi,pantai yang biasanya ramai ini tiba-tiba sepi.Serasa berada di tempat asing aku saat itu.Tiba-tiba Kian berlari menuju bibir pantai agak mendalam.Selanjutnya dia menepi dan mulai melakukan sesuatu.

Ku mendekat.Dengan langkah penuh penasaran.Telah kudapati ternyata Kian menyusun rapi batu kerikil berwarna merah.Menyusun sebuah kata sehingga membuat kumengukir senyum.

“Lihat niih bagus kan?”,katanya bernada gembira.Kumengangguk puas.Lagi-lagi dia membuat kalimat itu “abang love nona”.

Dia mendekat,tak meyentuhku sama sekali.Hanya mendekat,berdiri dengan jarak dua jengkal dari wajahku.

“Jaga diri kamu baik-baik ya,kamu jangan mengecewakan sahabatmu ini.Kamu harus seceria mungkin,aku nggak mau lihat kamu sedih”,dia mengukir senyum di bibir mungil merah jambunya itu.

Tiba-tiba dia menjauh,berjalan tanpa menoleh sedikitpun ke arahku.Ku masih melihat punggung laku-laki itu.Hingga akhirnya dia menghilang,dan aku terbangun...

***

Keesokan harinya,tepat pukul 08.00 Sandra  nelfon aku.

“Iya San,ada apa?”

“Kamu jam berapa kesana?”

“Kesana? Kemana?”

“Ya melayatlah,lemot banget”,nada Sandra yang centil ini terdengar agak sumbang.

“Hahh siapa yang meninggal?”.Jujur aku sedikit kaget.Kok nggak ada kabar sama sekali kalau ada yang meninggal.Biasanya kalau ada kabar-kabar seperti ini yang tahu dulu si Kian,tapi Kian kok nggak SMS.Uhh awas aja ya Kian,katanya sahabat.

“Tttemen kkakamu,lhlhooh eemmang kkamu ngggak tau”,Sandra sedikit gugup.

“Siapa San,kenapa kamu gagap gitu sih?”

“Emmm Kian Yas..”

“Kenapa ? Kian yang ngabarin ya kalau ada yang meninggal,uhh dasar aku nggak di kasih tau”,kataku sok cemberut.

”Bukan,Kian yas.. Kian yang meninggal”,terasa berhenti  jantungku.Tak ada rasa sama sekali ketika kucubit lenganku,”ahh aku mimpi” lalu buram rasanya penglihatanku,kepalaku pusing dan... aku tak sadarkan diri.

***

Samar-samar kudengar tangisan,lalu kubuka mata.Ternyata teman-temanku sudah mengelilingi tempat tidurku.

“Lhohh kok kalian disini? Kenapa kalian nangis? Lhoohh San? Baru aja aku mimpiin kamu ,kamu nelfon aku masa kata kamu Kian meninggal,konyol banget”

“Yasmin,kamu nggak mimpi,itu beneran”

“Ahh nggak mungkin,kemaren pulang bimbel aku sama Kian terus kok,malah aku sama dia baru pulang jam setengah delapan malem,dia nggak apa-apa kok,dia masih sehat,Kian masih ada”

Tiba-tiba Hpku berbunyi,pertanda panggilan masuk.

“Tuhh kan Kian nelfon,kalian sihh sok dramatis,nggak lucu tau”.Mereka berpandangan satu sama lain dengan wajah bingung.

“Hallo Ki,ada apa?”

“Aaku bukan Kian dek,aku kakaknya,dek kamu kesini ya sekarang,cepet dek sebelum Kian udah dibawa”

“Kak Lydia? Emang ada apa kak? Kian mau dibawa kemana?”

“Pokoknya kamu kesini,sekarang”.Lalu kak Lydia menutup telfonnya.

“Apa kata kak Lydia ?”

“Aku suruh kesana,suruh cepet-cepet katanya sebelum Kian dibawa,aku nggak tau maksudnya”

Tiba-tiba pintu kamar terbuka,ternyata mama.

“Yasmin,ayo berangkat kamu nggak ke rumah Kian ?”

“Lhohh mama mau kerumah Kian ?”

“Iya,mama mau ketemu bundanya Kian”.Mama tumben banget mau bertemu bundanya Kian.Ada urusan apa ya?

Lalu aku,mama,Sandra,dan ketiga temanku yang lain menuju kerumah Kian,menaiki mobil keluargaku.

Tepat di pagar rumah Kian terpasang bendera kuning,siapa yang meninggal? Nggak mungkin kan kalo Kian.Tapi siapa? Bukannya nenek Kian udah meninggal 2 tahun lalu? Pikiranku campur aduk.Ku tak peduli,lalu aku masuk langsung menemui kak Lydia,matanya sembam sehingga matanya semakin keliahatan tambah mungil.

“Aku udah dateng kak,mana Kian?”.Kak Lydia menggeleng sambil sesenggukan lagi.

Tiba-tiba dari kamar Kian keluar tante Erni bunda Kian,dia menangis histeris,dibopong ayah Kian.

Aku terlihat seperti orang begok pada waktu itu,kenapa baru kusadari kalau ternyata Kian benar-benar meninggal.Tak terasa air matapun mengujan deras di pipiku.

“Kian..” desisku.Kakiku terasa lemas.Tak kuat menahan tubuh.

Kak Lydia yang menyadari,langsung memelukku erat-erat,kami berdua sama-sama nangis.Diikuti tangisan Sandra dan teman-teman lain ketika keranda Kian mulai diangkat menuju ke pemakaman.

Aku tak berani melihat,aku tak kuat,kenapa secepat ini dia pergi?

Setelah keranda di bawa sekitar 10 menit,tangis kami sedikit mereda,walau masih sesenggukan.Setelah kak Lydia melepaskan pelukannya.

“Ini untuk nona dari abang”,kak Lydia tersenyum padaku dengan air mata yang masih menetes.Secarik kertas kuterima dari tangan mungil kak Lydia.

“Itu dari Kian”.Mulai kubuka.Hatiku bergetar saat kumulai mebuka lipatan kertas berwarna biru itu,warna kesukaan Kian.

“Haii nonaa...

Selamat membaca suratku ya.Surat ini kutulis khusus untuk nona Yasmin.Yasmin... sebenernya waktu kita di alun-alun kota itu,aku mau ungkapin perasaanku ke kamu.Perasaan sayang dan cinta aku ke kamu.Tanda persahabatan itu hanya untuk pnghiburku aja,karena aku nggak berani ungkapin kalo aku suka sama kamu.Soalnya setiap kamu bicara itu kamu anggap aku ini bener-bener bercanda,padahal keseriusanku kemaren itu bener-bener yang paling serius,tapi kamu malah ketawa melulu.Sejak itu aku berfikir kalo kamu nggak suka sama aku.. dan aku mau bilang sama kamu kalo aku bener-bener bahagia walau kamu nganggep aku sahabat yang baik,abang sayang banget sama nona,sekarang abang tak berdaya,abang menunggu  ajal yang datang kepada abang,abang harap kamu bersama orang lain yang lebih sempurna dari abang,lihatlah pelangi senja dengan kekasih kamu nanti nonaku Yasmin, abang say.....”

“Kenapa nggak diterusin kak..”

“Karena dia langsung melepaskan pena dan kertas ini jatuh,beberapa detik selanjutnya.. dia menghembuskan nafas terakhirnya”,kak Lidya mulai sesenggukan lagi.

Beribu penasaranpun muncul,kenapa Kian meninggal ? kenapa sangat mendadak sekali?

“Tapi kak... apa yang menyebabkan dia meninggal?”.

“Dia menderita kanker otak stadium 4,kami sekeluarga baru tau 1 bulan yang lalu”.Kanker otak ? kenapa Kian nggak bilang,kenapa ? ya ampun Kian,maafin aku.

“Dan Kian sangat menolak untuk menjalani kemoterapi,kami tidak bisa memaksanya.Kadang aku merasa aneh juga,orang sakit kok nggak mau di sembuhin.Malah dia Cuma bilang,’kalo udah waktunya udahlah... pengobatan Cuma pereda aja,ngabisin uang’ katanya gitu.Sering dia bilang gitu” lanjut mahasiswi ekonomi itu.

Kak Lidya meneruskan,”tadi malam setelah pulang dari bimbel dia merasa pusing setelah itu dia terlihat pucat dan dia pingsan.Kami membawanya ke rumah sakit.Ternyata Kian kambuh,akhirnya dini hari tadi sekita pukul 02.30 dia... meninggal saat Bunda baru mengucap Amin dari permintaan do’anya di shalat tahajudnya agar Kian sembuh,Bunda langsung histeris dan beliau pingsan.Aku dan ayah semakin bingung waktu itu.Dan surat itu.. mungkin Kian sudah merasa kalau dirinya akan tiada.Dia langsung menulis surat itu untuk kamu.”

“Kian.. secepat inikah kau pergi ? kenapa ? Ya Allah,Kau tidak mengabulkan do’aku agar aku bisa seperti kemarin.Tapi bagaimanapun juga ini kehendak Kau..”,lirihku dalam hati.

Setengah jam kemudian aku dan teman-teman diantar ke makam Kian,setelah mendoakan Sandra dan temen yang lain berpamit pulang.Di makam tinggal aku dan Kak Lydia.

“Yasmin,aku minta sama kamu,kamu jangan lupain Kian ya,walaupum Kian udah nggak ada dia tetep sahabat kamu,abang kamu,buat dia bahagia ya..”

“Pasti kak,aku sayang sama Kian,aku janji bakalan buat dia tersenyum kak.”

“Kian aku janji,aku nggak bakalan ngecewain kamu,aku sayang kamu,biarlah pelangi di senja yang menghiasi langit kota kota ini sebagai saksi bisu kebersamaan kita,kebersamaan terakhir kita,pasti aku kenang.. Kian” kataku dalam hati dengan terus mengelus nisan Kian.Kak Lydia megelus pundakku ketika setetes butiran air mata mulai jatuh ditanah makam Kian.

Hembusan hangat melewatu bulu romaku,kuterpejam.

“Aku merasakan Kian...."



created by: yusmi.2015

Dia Untuknya



Aku tersentak saat mengetahui kalau Wanda,sahabatku,mempunyai perasaan sayang sama Indinar,orang yang kusuka sejak hampir 3 tahun yang lalu.
“Pada waktu itu kami ke bimbel bareng,truss dia ngajak aku ke perpustakaan,uhh kurasakan dia cowok idaman banget truss aku sepertinya suka sama dia,ahh bukan,bukan sepertinya,tapi memang aku suka sama dia,Indinar.... :)” ,tulisnya di buku diary mungil milik Wanda pada tanggal 15 November.
Wanda mulai masuk ke kamar,dengan membawa jus jeruk dua gelas.Aku yang saat itu sudah berkaca-kaca segera menghisap kembali air mata yang akan memuntahkan dirinya.Dan segera pula kuletakkan buku diary di bawah bantal,tempatnya semula.
Wanda menyodorkan satu gelas jus di depanku,”ini buat kamu” lalu dia tersenyum.Aku hanya bisa mengangguk.
Dia begitu baik,dia adalah sahabat yang sangat bersahabat denganku.Aku tak tega jika aku diam-diam menjadi musuh dibalik selimut.Aku tak mungkin menyingkirkan dia diam-diam sehingga tak bisa lagi bertemu dengan Indinar,tak mungkin pula aku merebut Indinar dengan maksud mengejek Wanda.
Lantas bagaimana ? Indinar adalah pilihan terakhirku,sepertinya tak ada lagi yang kucinta selain dia.Tapi,bagaimana dengan Wanda ? sepertinya dia sudah mulai mencintai Indinar juga.Dilema mulai menghantuiku,apa mungkin aku merelakan Indinar demi Wanda sahabatku ? atau apa aku segera mendekati Indinar agar tidak direbut Wanda ?.Lalu Wanda membubarkan lamunanku.
Tanpa basa-basi dia langsung bilang.“Ehhh Yola.. menurut kamu.. Indinar itu orangnya gimana ?”.Deg.Kenapa dia menanyakan Indinar? Aku masih terdiam,tak sedikitpun ku membuka mulut mungilku.Aku masih berfikir,apa aku harus menjawab pertanyaan aneh itu ? atau aku memilih diam dan hanya menggelengkan kepala ? tentunya tidak,bagaimanapun aku harus berbagi sikap yang terlihat dari sosok Indinar ke Wanda.Karena Wanda tau,pasti aku lebih mengerti sosok Indinar itu bagaimana,aku lebih dulu mengenal Indinar.Mungkin itu alasan Wanda bertanya padaku.Mungkin.
“Dia baik,nggak sombong,pinter,setia sama temen,perhatian,sopan,aktif,emm lumayan alim sih.. truss pokoknya tipe cowok idaman banget deh” kataku sambil mengukir senyum kecut.Kumulai menyelidiki gerak-gerik Wanda.Dia hanya tersenyum sambil melihat langit-langit kamar berwarna biru.
“Kenapa kamu nanya gitu?” tanyaku penuh selidik.Wanda tetap mendongak.
“Karena.. “ lalu dia tersenyum tak jelas.
“Karena.. aku mulai suka sama dia?” jangan ! tahan ! Yolaa.. tahan ! jangan nangis disini.Ingat di depan kamu,ada Wanda ! jangan buat dia curiga dengan tangisanmu.Ya Tuhan.. yang diary itu ternyata benar.Wanda memang suka sama Indinar.
“Kamu sayang sama dia” tanyaku sambil menahan derasnya air mata yang akan menghujan di pipiku.
“Ya sayang,ya cinta” dia tambah tersenyumSenyumnya seperti meledekku,ingin ku berlari sekencang mungin,tapi rasanya sangat konyol.
“Apa yang kamu bilang memang benar,dia memang sosok lelaki idaman,aku pingin..”
Dia menolehku “jadi pacarnya Indinar”.Kurasakan ada yang aneh menghampiri ruang kalbuku yang selama ini kubiarkan kosong ‘mlompong’.Seperti tertancap beribu panah yang panas sekali.Aku ingin nangis,ingiiin sekali.. kuakui aku ini cengeng,aku ini cengeeng.. kenapa ku selalu tak bisa menahan perasaan.
Tiba-tiba ada SMS masuk,ternyata dari operator,ini kujadikan kesempatan untuk pergi dari sini.
“Dari siapa ?”
“Emm darii ayah Wan,aku suruh pulang” terpaksa aku bohong.
“Oooh oke deh,diminum dulu donk jusnya” aku langsung menengguk ,tak banyak hanya tiga tenggukan.
“Aku pulang dulu ya Wan,makasih minumannya” dia tersenyum (lagi).Memang inilah orang jatuh cinta,seperti tak ada masalah apa-apa,sedikit-sedikit tersenyum.Ku berhenti sejenak di ambang pintu kamar Wanda.
“Wan...”
“Hmmm.. ada apa ?
“Semoga harapan kamu terwujud,Indinar.. jadi pacar kamu” ahh kenapa aku berkata sebodoh itu.. itu hanya akan menambah kepedihan buatku.
“Makasih ya Yola..”.Aku hanya mengangguk dan langsung menuruni tangga.Sesampai di teras rumah langsung kusambar sepedaku,melewati pagar dan menuju ke alun-alun kota Lumajang.Kota mungil dan jarang orang mengenalnya,tapi alun-alun yang kusebut tadi tidak kalah menarik dari kota-kota besar.Suasana sesudah hujan yang begitu asri di kota pisang ini,embun dedaunan mulai berjatuhan menimpa tubuhku,ku tuntun sepeda di sepanjang trotoar,terlihat alun-alun masih sepi karena hujan baru saja reda,hanya beberapa anak remaja yang berjalan-jalan di trotoar taman.Kusandarkan sepeda di dekat pagar taman lalu lintas,ku memasuki taman lalu lintas dan menaiki ayunan di bawah pohon ceri,basah memang tapi biarkan saja,bukannya memang aku sebentar lagi basah oleh hujan mata ?
Bising memang,sebenarnya aku ingin tempat yang sunyi,ku ingin mencurahkan isi hatiku di hadapan pohon beringin yang berdiri gagah sejak puluhan tahun lalu,atau mungkin ku berbicara tentang perasaanku kepada rumput-rumput berembun,atau mungkin ku mengukir ungkapanku di batang pohon cemara,yang tak kalah berembun.
Tapi aku tak kuat untuk mendatangi mereka,yang sedari tadi memanggilku untuk mengajak bersahabat denganku.Aku tak basa-basi lagi,aku langsung menangis di ayunan mungil itu dengan mengoret-oret kertas  yang tak berdosa,pasti dia menjerit.Tapi,maafkan aku,aku hanya bisa menggerakkan tanganku seperti ini.Suara sesenggukan tangisan ini kutahan,sehingga tak  kelihatan kalau aku ini sedang menangis.Tapi serasa sesak di dada.
Ku duduk hingga senja datang,kurasa aku harus pulang.Baru akan ku kayuh sepedaku,kulihat Indinar dengan gagahnya mengayuh sepeda warna silver,tapi dia tak sampai melewatiku karena dia berbelok terlebih dahulu.Dengan kebiasaannya memasang headphone di telinganya.Tak jarang remaja putri yang melihatnya mengggubris  karena penampilannya yang ‘dapet’ banget.
Aku hanya tersenyum tipis,dengan mata yang (lumayan) sembam kumulai meninggalkan alun-alun kota.
“Entah apa yang terjadi besok...” pikirku.
***
Besoknya aku ke bimbel sendiri,karena Wanda di antar katanya.Ku kayuh perlahan sepeda merahku.Ku susuri jalan basah yang terpancar panas sore hari.Terlihat bayangan di sampingku,seperti ada yang membuntutiku .Ku sedikit melirik,memang ada.Tapi rasa penasaranku tak main.Tak kuhiraukan orang itu.Mungkin hanya orang yang mau menyalip.Bayangan itu semakin mendekat.Seperti ingin menggapaiku.Bayang itu menjadi nyata setelah seseorang mengayuh sepeda sejajar denganku.Indinar.Yap ! ternyata laki-laki ini yang ada di bayangan itu tadi.Dia menyapaku,aku terus saja melihatnya.Aku tak percaya.Dia tertawa,baru aja tersadar dan kurasakan hangat di pipiku,malu.Kita saling berbincang panjang lebar.Aku sangat senang,aku terasa hidup kembali sore itu.Sejenak aku lupakan sesuatu yang membebani hati serta fikiranku.Serta sejenak aku melupakan Wanda.Sebenarnya aku merasa tak enak hati jika Wanda mlihat ini,tapi apa salah ? kalaupun ketemu apa sebabnya dia marah ? iya aku tahu,pasti dia pikir aku penghianat,tapi ini kan Cuma hal sepele,menurutku.Tak ada yang berhak menuntut.
Sampai di bimbel aku masih tak melihat Wanda,kemana dia ? hingga lespun hampir selesai,dia tak kunjung datang.Ku coba mengirimkan pesan singkat padanya.Terkirim,tapi tak terbalas.Aneh.Tak biasanya dia seperti ini.
Pulang bimbel kuputuskan untuk kerumahnya,tapi tiba-tiba..
“Yola, pulang sama aku yuk..” ajak IndinarAku masih terbengong.Indinar ? ngajak pulang bareng ? teruss??
“Emm ee anu.” Aku masih terbingung.
“Nggak mau ya, yaaa padahal aku pingin banget pulang sama kamu,..” suaranya terlihat lemas.Mata sayunya semakin menguncup.Bibirnya sedikit manyun.
“Bukan gitu,tapi aku..” apa akuk harus meneruskan perkataanku dan bilang aku mau ke rumah Wanda dulu? Aku tak tahu,kenapa hati ini berat sekali untuk mengijinkan Indinar ikut ke rumah Wanda.
“Aku kee...” diam,”mau kerumah Wanda dulu..” aku merasa melepas satu organ tubuhku,yang akan kutarik kembali untuk tidak terlepas lagi.
“Ohh kalo gitu aku ikut aja,nggak apa-apa kan?” kalo kamu tau isi hatiku ,kamu pasti akan bingung.Hey kau,hatiku bilang “nggak boleh”.Uhh jangan sekali hati ini.Mulutpun menentang dan berkata “ya”.Lalu Indinar tersenyum.Kami berdua ke rumah Wanda.
Baru ku membuka pagar rumahnya,mbak Inah dateng dan bilang kalo Wanda dan orang tuanya tak ada di rumah.Lalu kemana? Kutanyakan pada mbak Inah.Dia tak memberi tahu.Dan aku tak memaksa.Kami berdua pulang,dengan keadaan beku.Kami saling diam.Dia hanya berkali-kali berdehem entah kenapa.Kita berpisah di jalan Sudirman,kita saling melambai tangan dan tersenyum.
**
Besoknya Wanda tak hadir ke sekolah.Tadi malam dia juga tak membalas pesan ku.Menurut keterangan di suratnya ia izin.Tumben sekali aku tak tahu.Pulang sekolah aku terus mengirim pesan ke dia juga tak terbalas,satupun.
Di pintu gerbang ada yang memanggilku.”Yola..” kata Indinar sambil melambai tangan.
“Iya,ada apa?” aku tersenyum,sekalipun menahan detakan jantung yang semakin lancang menguasai tubuh ini.
“Wanda kemana yah? Kok nggak masuk? apa sejak kemaren dia ke luar kota ya? Tapi ke rumah siapa? Ahh pesan ku tak di balas pula,dia kemana sih?” Indinar menyiramku dengan pertanyaan itu.Di saat seharusnya aku khawatir sama Wanda,aku malah diam-diam menaruh benci ke dia hanya karena Indinar khawatir padanya.
“Emmm aku juga nggak tahu,dia juga tak membalas pesanku.Mungkin iya,dia ke rumah neneknya yang di Malang” kataku sok tahu,sambil berjalan berdua dengan Indinar.Aku tak berani menatap mukanya,aku tak mau keadaan hati ini semakin tak karuan.
“Owh,mungkin” aku menangguk.Lalu ia meneruskan “ehh Yola,aku boleh minta pendapat kamu nggak ?”
“Apa?” kali ini aku berani menoleh meskipun canggung.
“Menurut kamu,Wanda itu gimana sih?”
“Maksud kamu?”
“Yaaa anaknya itu gimana menurut kamu?”
Tunggu! Kenapa lagi ini? Kenapa pertanyaan itu hampir sama seperti yang Wanda bilang padaku?
“Yaaa baik,pinter,nggak sombong,baik lagi.Aku senang berteman dengannya” kataku,”kenapa emangnya?”
“Ahh nggak apa-apa kok cuman nanya aja”
“Kalau menurut kamu sendiri gimana?” aku menanyainya balik
“Yaah sama sih seperti yang kamu ucapkan itu,hanya saja satu yang kurang menurutku?”
“Apa?” tanyaku penuh penasaran
“Dia istimewa... aku.. suka sama dia” dia tersenyum tak berdosa menghadapku.Aku diam memandang lekat mata sayunya itu.Heyy apa kamu bilang? Semoga ini mimipi.... mimpiii.. aku masih tak bisa terima,ya Allah sadarkan aku,apa ia bercanda??
“Heyy kok ngelamun sih?” kemudian ia tertawa.Aku tersenyum kecut.
“Bener kamu,dia perlu diistimewakan oleh orang sepertimu”
“Hmmm aku sebenernya sih udah lama suka sama dia,tapi aku baru sekarang cerita sama orang lain,aku suka sama dia udah hampir 2 tahun lho.. mulai kelas 8 dulu,ehh nggak kerasa kita bentar lagi lulus,aku nggak mau pisah sama dia” katanya seperti mengejekku.Ehh kamu hampir 2 tahun,sedangkan aku udah hampir 3 tahun Indinar... seandainya aku bisa berteriak seperti ini tanpa meneriakkan dalam hati yang tak seoarangpun mendengar.Apalagi dia bilang dia baru sekarang bilang ke orang bahwa ia menyukai  Wanda,Indinaar kamu beri tahu orang yang salah..
“Semoga aja aku bisa satu sekolah sama dia ya nanti SMA nya?”
“Moga aja”
“Akhirnya aku bisa jujur juga sama kamu,sebenernya kemarin aku mau bilang tapi kamu diem aja sepulang dari rumah Wanda.Aku dehemin kamu nggak ngerespon apa-apa,ya udah aku urungin dan akhirnya sekarang aku bisa bilang ke kamu”
“Kenapa harus aku?”
“Karena kamu sahabat Wanda”.Tapi kamu salah Indinar,salah besar !
Kita akhirnya berpisah karena aku memilih menunggu minibus di halte.Aku berjalan dengan lunglai,tiba-tiba HP ku bergetar,aku sedikit tersentak.Ternyata Wanda.
”m’af bru bls yah,q d rmh nenek,da yg skit”
“iy,g pa2.kpn plg?” balasku
“mngkin dua hri lg”
“ok deh,ati2 disana yah J
“ok J
Mumpung belum jauh,aku menoleh ke arah Indinar yang sedang duduk di samping Roni,temanku.Dia terlihat senang sambil mengetik di HP nya,mungkin itu balasan dari Wanda.Aku senang melihat dia senang,tapi kenapa aku tak senang jika ia benar sedang membalas pesan Wanda? Mungkin sudah jelas jawabannya.
**
Dua hari berikutnya,Wanda memang masuk ke sekolah.Tapi ada yang aneh dari dia.Dari fisiknya dia sedkit agak pucat.”palingan aku agak demam habis perjalanan dari Malang ke Lumajang dan aku tak mematikan AC sama sekali selama 4 jam perjalanan” katanya setelah kutanyai kenapa ia seperti orang tak sehat.Dan tingkah lakunya,dia sering memandangi Indinar,lalu tersenyum ketika Indinar juga memandangnya.Ada apa ini?Kadang Indianar dulu yang memandangnya,lalu mereka saling tersenyum keambali.Aneh.
Keadaan seperti itu semakin memuncak,ketika akhir-akhir ini Indinar sering berguaru dengan Wanda di bangku belakang saat istirahat.Mereka tertawa bersama,kadang sampai berbisik-bisik seperti ada yang tak boleh seorangpun tahu.Aku seperti dibakar cemburu oleh kedekatan mereka.Apalagi akhir-akhir ini Wanda jarang sekali membalas pesanku,bahkan saat aku telephon keruamahnya pun,mbak Inah selalu bilang Wanda tidurlah,keluarlah,mandilah,dan sebagainya alasan yang aku terima.
Akhirnya pada hari Sabtu aku bertanya pada Wanda.Aku bilang sejujur jujurnya tentang perubahan sikap dia selama ini.Wanda hanya diam tak menjawab.Aku juga katakan bahwa ku sangat kecewa bahwa sekarang dia tak pernah membalas pesanku dan tak mau manjawab telephon dariku.Lagi-lagi dia diam.Dan tak lupa aku sampaikan kepadanya tentang kedekatannya sama Indinar.Dan sekali lagi ia membisu,ahh ingin aku bentak saja anak ini.
Lalu dengan muka yang seperti tak bersalah ia tersenyum lalu memelukku.Kurasakan hangatnya pelukan gadis manis ini.Untuk beberapa menit ia masih dipelukanku,pohon beringin tengah taman kota menjadi saksi bisu dari apa yang kurasakan saat aku dipeluk Wanda.
“Happy Birthday sayang..” sekali lagi ia memelukku.Tunggu ! ya Allah,bahkan aku lupa dengan ulang tahunku sendiri diakibatkan aku sering kepikiran tentang Wanda.Aku baru ingat bahwa tanggal 26 November ini aku berulang tahun.Aku sedikit terharu dengan ucapan Wanda.Aku mengangguk di pundaknya.Hmmm kuakui dia sahabat yang baik,tapi apakah memang baik mengelabuhi ku dengan tindakannya selama ini yang seperti menjauhiku?
“Maaf ya,selama ini aku ngehindar dari kamu,nggak pernah bales pesanmu,nggak pernah angkat telephone mu,terus maaf juga jika jam istirahat aku selalu sama Indinar dan tak mengajakmu”
“Itu semua bagian dari hadiahku yang aku rangkai buat kamu,khususnya buat hari ini sekali lagi selamat ulang tahun ya” lanjutnya
Aku masih tak mengerti maksudnya,hadiah? Mana hadiahnya.Di tahun-tahun sebelumnya ia selalu membawa kotak berukuran sedang sebagai hadiahnya padaku.Tapi sekarang mana? Apa nggak dia kasih sekarang? Sebenarnya aku tak mengharap itu,dia ingat ulang tahunku pun,itu lebih dari cukup.
Melihatku masih terdiam dia akhirnya bilang.
“Maaf ya,di ulang tahunmu yang ini aku tak membawa kotak kecil yang dibungkus kertas kado warna kesukaanmu (biru),hadiahku kali ini beda lho”
Aku masih terdiam.Lalu dia menggapai tanganku.
“Yola...” dengan nada yang ingin teriak tapi tertahan.”Aku....aku udah pacaran sama Indinar....impianku terwujud Yola,do’a kamu juga terwujud,akhirnya aku bisa dapetin dia,aku.. seneng bangett” katanya lalu memelukku lagi.”Terima kasih atas do’a kamu dulu,akhirnya...” lanjut sohibku ini.
Kurasakan air hangat membendung di sudut mata.Ingin keluar tapi kenapa begitu susah.Jadi ini hadiah Wanda untukku? Aku tak tahu apa yang seharusnya aku katakan setelah ia melepaskan pelukannya.Sekarang aku mengerti.Terjawab sudah rasa penasaranku saat ini.Ahh kenapa ini bisa terjadi? Hadiah di hari Sabtu yang benar-benar membuat hatiku lumpuh.Lidahku terkaku.Seperti di cekik rasanya leherku.Sesak rasanya dada ini.Bukan.Bukan karena dipeluk Wanda,tapi atas hadiahnya.
Setelah terlepas pelukan itu,aku menahan semuanya.Menahan tangis,menahan sesak,menahan cekikan,dan menahan kelumpuhan.Aku berusaha biasa saja layaknya sahabat yang sangat senang ketika sahabatnya sedang berbicara tentang pacar barunya,yang ia sayang,yang ia cinta.
Akhirnya impian Wanda terwujud juga,begitu juga Indinar.Sekali lagi,terimakasih atas hadiahmu,sahabatku,Wanda..
**
Hari ini aku bersiap-siap.Untuk pindah.Pindah rumah.Pindah kehidupan,pindah hati (mungkin),pindah teman (mungkin).Tentunya aku pindah hari ini setelah kelulusanku dari SMP Setya Dharma.
Hatiku terlalu terjebak di kota ini.Tak tahan menahan batin yang selalu terpukul oleh sahabatku sendiri.Harus kuakui,aku masih menyimpan rasa kepada Indinar.Aku tahu aku begitu berdosa,tapi setidaknya aku tak munafik kepada hatiku sendiri.
Tanpa pamit kepada Wanda ! aku mulai menjelajahi jalan menuju kota Yogyakarta.Aku akan meeneruskan pendidikanku di kota gudeg itu,karena selain alasanku yang tadi aku pindah juga karena tugas ayah yang dipindah keluar kota.
Kupandangi jalan melalui kaca mobil yang masih terselimuti embun,bekas hujan tadi.Aku masih tak percaya akan meninggalkan kotaku ini.Handphone yang dari tadi berdering tak kuahiraukan,aku terlalu malas untuk mengutak-atik benda itu.Palingan juga dari Wanda yang akan curhat tentang Indinar.
Karena terlalu bising mama menyuruhku mengangkat telephone itu.10 panggilan tak terjawab.Akhirnya Wanda menelephon lagi dan aku angkat.
“Hallo”
“Hallo Yola kamu dimana?”
“Aku di jalan”
“Ehh kenapa kamu jahat banget ninggalin aku? Aku tahu kamu pindah kan? Kenapa nggak bilang ke aku?”
“Tau dari mana kamu?”
“Rumah kamu sekarang di tempati tante kamu kan? Tadi aku kerumahmu pas aku panggil kata tante kamu,kamu udah berangkat ke Yogya,dan kamu bakalan seterusnya disana,kamu nggak salah??”
“Nggak,aku nggak salah.Ini keputusan yang paling baik buatku.Maaf aku nggak ngasih tau kamu”
“Yola,kenapa kamu nggak bilang.Tahu nggak aku dan Indinar nggak percaya kamu bakalan jauh dari kita.Aku dan Indinar....” klik!
Aku putus telephone nya.Aku lepas SIM Card nya,dan aku geletakkan handphone ku begitu saja.Aku nggak mau mendengarkan semua tentang Indinar dari Wanda.Aku sangat tidak mau !
**
Kota Lumajangku..
Semua kenanganku masih tersisa disana,kenangan baik maupun buruk.Terutama kenangan di saat Wanda memberiku sebuah hadiah tepat hari Sabtu di taman kota untuk ulang tahunku,sungguh hadiah yang sangat menyayat untukku.Hatiku,juga masih tertinggal di kota mungil itu.Kepada Indinar,hatiku masih kepada Indinar.Genap 3 tahun sudah aku menyukainya ahh mencintainya maksudku.Yaaah aku masih nggak percaya aja aku bisa sejahat ini kepada sohibku sendiri.Bermunafik kepada dia selama berbulan-bulan ini.”Mungkin Indinar memang untuk Wanda.Ya! untuk Wanda,bukan aku!” Batinku menjerit.
Entah .. apa yang akan terjadi selama hidupku di Yogya selanjutnya.Semoga tak lebih buruk dari kota Lumajang. 
**