Jumat, 29 Juli 2022

Cinta Ayah

 "Pokoknya aku nggak mau!" bentak Lovi sambil melempar buku yang dia ambil random di lemari, satu buku dua buku dia lempar ketika akan melempar buku ketiga tangan Lian menghentikannya. Tangannya memberontak dan lepas, lalu Lovi mengambil vas bunga dan ia lempar ke tembok di belakang Lian.

Pyarrrrrr

"Lovi!! Kamu jangan egois, dek. Ayah kan bicara ke kita baik-baik, kenapa kamu nolaknya bentak gitu sih?" Lian memarahi Lovi yang wajahnya semakin merah padam 

"Tapi kan Ayah udah kedua kali ini bilang masalah itu ke kita, harusnya kalau yang pertama bilang udah nggak disetujuin ya udah nggak usah dilanjutin" kata Lovi dengan suara bergetar "Mama nggak akan ada yang bisa gantiin, dan NGGAK BOLEH ada yang gantiin!"

"Masalah kamu bilang? ini bukan masalah! Ayah menawarkan solusi ke kita, tau nggak? dengan Tante Ratih jadi Mama tiri kita, kita jadi punya mama lagi dan ada yang nemenin kita dan ayah nantinya. Tante Ratih kan orangnya baik, kamu tau sendiril Lovi!"Lian geram dengan sikap adiknya yang baru saja masuk SMA itu, maksud Lian kalau tidak setuju setidaknya menolak dengan kalimat yang nadanya tidak meninggi seperti itu

Ayah hanya diam menunduk tak berani melihat kedua anaknya bertengkar di depannya. Di sampingnya, Lave, anak pertama Pak Lodi dan istrinya yang meninggal satu tahun lalu yaitu Bu Linda, menenangkan dengan mengelus pundak dan sesekali bilang "Ayah yang sabar, hati Lovi masih belum terbuka". Lave anak pertama dari 3 bersaudara yang usianya sekarang menginjak 29 tahun dan belum menikah. Kalaupun kejadian kecelakaan satu tahun lalu tidak merenggut nyawa Lasa, pasti Lave sekarang sudah menjadi Nyonya Lasa. 

Lasa, tunangannya Lave waktu itu meninggal karena kecelakan saat Lasa akan ikut mengubur Bu Linda, mama dari Lave. Hancur sekali hati Lave saat itu.

"Lian, Lovi duduk sini. Kita obrolin baik-baik" panggil Lave

Lian duduk di hadapan Lave, sedangkan Lovi masih berdiri memalingkan wajah.

"Lovi.. sekali ini aja" pinta Lave

Dengan berat langkah, Lovi duduk tepat di hadapan Ayah. Suasana hening beberapa saat, lalu terdengar isakan tangis dari Ayah. Lave mengelus pundak ayah, dengan menahan air mata. Terlihat Lian menengadahkan wajah ke atas seakan menahan kesedihan yang akan membuncah juga. Lovi hanya diam menunduk.

"Saat ayah berniat mengutarakan niat ayah untuk menjadikan Ratih sebagai mama kalian, ayah sangat berharap tidak ada pertengkaran seperti tadi. Ayah sangat minta maaf karena ayah kalian jadi bertengkar sekali lagi ayah minta maaf" kata ayah bergetar

"Ayah jangan bilang gitu.." Lave mulai mengeluarkan air mata "Lave yang harusnya minta maaf karena belum bisa membahagiakan ayah, Lave belum menikah belum bisa bantu ayah dari hal apapun termasuk mendidik adik-adik"

"Mendidik kamu dan adik-adik adalah tugas ayah, kamu tidak perlu menyalahkan diri sendiri seperti itu. Kalian masih sekolah, kuliah, dan belum menikah sekalipun kalian adalah sepenuhnya tanggungjawab ayah"

"Termasuk kebahagiaan anak-anak ayah!" saut Lovi 

"Kubilang jangan main bentak!"  Lian geram sambil melotot, Lovi melengos

"Iya Lovi benar, harusnya ayah tidak egois. Harusnya ayah tau diri, tapi ayah juga tidak mau mengabaikan amanat mama Linda sebelum dia meninggal kan.. "

"Gimana maksud ayah?" tanya Lian 

"Waktu mama dirawat, satu minggu sebelum mama meninggal, mama bilang ke ayah kalau ayah harus punya pendamping sampai ayah meninggal nanti. Ayah bilang 'ya ayah sama mama kan?" terus mama bilang 'kalau mama meninggal ayah harus nikah lagi pokoknya!' waktu itu kakak ada disitu"

"Kok kakak nggak pernah bilang?" tanya Lian

"Ayah yang nggak ngebolehin" sahut ayah

Lave mengusap air matanya yang mengalir deras tapi sikapnya berusaha tenang.

"Kalau misal kalian masih berat untuk ayah nikah lagi, ya sudah tidak apa-apa.."

"Iya ayah, Lovi keberatan! ayah sama kakak jangan egois juga, pikirin Lovi!"

"Mama nyuruh ayah nikah lagi supaya kamu nggak kesepian dan punya mama lagi, Lovi! asal kamu tau itu!" Kata Lave "Mama berkali-kali bilang kalau Lovi harus punya mama sampai dia menikah, itu mama Linda yang bilang. Kita semua sayang sama Lovi, kita nggak berusaha egois"

"Tapi kak..." Lovi diam sejenak "Lovi cuma pengen mama Linda!" lalu dia menangis menutup wajahnya dengan kedua tangan. Tangisnya semakin kencang sampai nafasnya berat. Ayah menghampiri, mengusap kepala lalu memeluk anak gadisnya itu. 

"Yasudah kalau Lovi tidak ingin ada Tante Ratih di rumah ini, cukup ayah saja yang menjadi ayah dan mama buat Lovi, gimana?" tanya Ayah menenagkan, tangisan Lovi semakin kencang

Mereka berempat saling diam untuk beberapa saat, Lian hanya menunduk. Lave mengelus punggung Ayahnya yang masih memeluk Lovi. Lovi tangisnya sudah agak mereda namun masih terisak. Di luar, gerimis mulai turun, angin perlahan masuk di cela jendela dan pintu yang sedikit terbuka. Sesaat udara menjadi dingin membuat bergidik. Sore ini, keputusan ayah sudah bulat. Tidak akan ada mama Linda yang lain untuk anak-anaknya. Ayah sadar, walaupun Lave dan Lian terlihat legowo dengan keputusannya, namun ayah yakin terbesit rasa keberatan jika keputusannya tetap berlanjut.

Biarlah ayah menjadi ayah dan mama untuk Lave, Lian, dan Lovi. "Maafkan aku Linda, aku yakin mereka bisa walupun tanpa mama. Aku tidak mau ada anakkua yang membenciku kalau aku menikah lagi. Akupun begitu, aku tidak mau menyakiti hatiku sendiri karena memang hanya kamu, Linda, yang aku cintai dan aku sayangi sampai kapanpun walaupun ragamu sudah tak ada di sampingku. Aku janji tidak akan menyia-nyiakan anak-anak kita, sebesar dan sedewasa apapun mereka nanti" kata ayah dalam hati. "Lian, Lave sini.. kita sama-sama peluk Lovi.." lambai ayah kepada kedua anaknya. Mereka saling merangkul. Suasana seketika hangat.

"Ayah tidak apa-apa?" kata Lave di sela-sela mereka saling merangkul

"Lave, nanti kalau badan ayah pegel-pegel Lave bisa pijitin ya? kalau Lave udah nikah ya Lovi gantian pijitin, terus Lian.. kalau nanti ayah udah nggak bisa nyetir mobil, anterin ayah ya kalau ayah pengen ke makam mama" kata ayah menenangkan suasana. Lave hanya tersenyum tipis, Lian hanya mengangguk dan Lovi mempererat pelukannya. 


Minggu, 24 Juli 2022

Jatuh Terulang

Sore ini terlihat sangat cerah dari biasanya, perempuan Bernama Adindra berdiri di depan gerbang kampus sambil sesekali melihat jam tangannya. Sudah 5 menit ia berdiri di samping koperasi kampus di sebelah barat gerbang. Berharap dia tak ketinggalan laki-laki incarannya yaitu Dindy. Alih-alih menanyakan tugas kelompok besar di angkatannya di awal maba beberapa bulan lalu, Adindra malah benar-benar jatuh cinta kepada laki-laki yang menyabet gelar mahasiswa teladan di angkatannya. Meskipun Adindra tau mungkin saingannya banyak, tapi memang desas desus si Dindy belum punya pasangan di kampus ini maupun di luar kampus. Kesempatan besar buat Adindra yang biasa dipanggil Adin itu. Apalagi Dindy yang welcome sekali terhadap Adin sehingga membuat Adin merasa PD.

Tak lama seorang laki-laki berjalan menunduk melihat HP sambil berjalan pelan menuju arah gerbang, hati Adin berdesir senyumnya merekah dia berjalan menyambut Dindy.

“Hai Din” sapa Adin

“Oh iya hai, oh mau bahas tugas kemarin ya? Gampang deh nanti aku share di grup WA pembagian tugas ketiga ini, anggotanya tetap toh? Rama dari kelas B tadi juga tanya”

“Oooh iya.. baiklah kalau begitu, jadi langsung dibahas di grup WA aja ya? Aku kira langsung kumpul”

“Kita bahas di WA dulu, kalua memungkinkan besok kumpul ya mari lah kita berkumpul. Oke?”

“Oke. Mau langsung pulang?” tanya Adin

“Iya nih, mau ngerjain tugas kelas dulu ampun banyak banget hahaha” katanya sambal tertawa sehingga membuat matanya terlihat tambah sipit, Adin senyum-senyum sendiri

“Oke deh kalau gitu, oh iya Din mau bareng nggak?” tanya Adin nggak mikir dulu, dia agak malu kenapa kata-kata itu keluar

“Oh, emm aku bareng temen kok ini lagi nungguin kamu duluan aja deh. Kapan-kapan aja deh bareng hehe” Adin tersenyum sambil mengangguk hatinya berbunga, Dindy sangat membuka harapan besar padanya

Setelah perpisahan di sore itu, Adin berharap Dindy segera menunjukkan hal yang paling besar tentang penerimaannya terhadap Adin sehingga rasa ragu di hati Adin terhadap Dindy tidak ada. Apalagi Dindy adalah orang yang sering menghiasi bunga tidurnya akhir-akhir ini.

***

“Si Faruq suka banget emang ya ‘mematikan’ temannya waktu presentasi gitu, pertanyaannya tuh selalu menjebak gitu loh, dasar! Pengen dianggep pintar bangett pasti deh sama Pak Tian” omel Ghea sesaat setelah presentasi mata kuliah psikologi berlangsung

“Ya biarin deh biar seneng, tapi kan semua pertanyaannya udah kamu tebas habis Ghe..” kata Jaehan menenangkan, perempuan manis nan cerdas berlesung pipit

“Ya tapi kan untungnya kamu bantu jawab, Jae” Ghea sambil membuka bungkus roti di depannya

“Di setiap kelas pasti ada aja kok mahasiswa modelan kayak Faruq gitu, mau pindah kelas pun pasti nemu aja” kata Adin bersiap membuka nasi bungkusnya

Saat ini adalah waktu ishoma, mereka bertiga memilih makan di kelas daripada di kantin karena sama-sama tidak suka keramaian. Ya, kampus ini tidak jauh beda dengan sekolah SMP atau SMA. Berangkat pagi, pakai seragam, siang ishoma, dan pulang pukul 16.00.

“Di kelas A yang bisa ketebak sih kayanya si Dindy deh, pasti dia kalau ada temennya presentasi dijebak kayak gitu” kata Ghea lagi

“Ah nggaklah, nggak mungkin. Dindy nggak kayak gitu kok” timpal Adin sambil menyodorkan nasi bungkus ke Jaehan. Adin kalau makan sedikit, jadi setiap makan siang dia selalu paruhan sama Jaehan.

“Nggak semua orang yang dkenal ‘pintar’ oleh kita itu sama sifatnya kayak Faruq..” kata Jaehan yang kini menyodorkan nasi bungkus itu ke Adin, iya mereka makan gentian setiap satu sendok -tapi sendoknya sendiri sendiri minta ke ibu Ida yang jual nasi-

“Dindy itu orangnya baik banget kok” bela Adin

“Jangan sok tau, nggak pernah sekelas juga” kata Ghea

“Aku udah 3 kali sekelompok sama dia di kelompok besar”

“Yaelah Cuma sekelompok doang”

“Yaudah bentar lagi bakal aku jadiin pacar aku! Week” ledek Adin ke Ghea “lagian dia itu tipe aku banget sih, dia itu welcome banget orangnya, gimana aku mau mundur coba hahaahha”

“Din..” panggil Jaehan

“Hmmmm” jawab Adin

“Nggak apa-apa, habisin deh nasinya aku mau ke kamar mandi dulu”

***

“Baik, jadi tugasnya udah aku bagi ya. Apa ada usulan lagi temen-temen?” Dindy menutup pertemuan dengan kelompok besarnya untuk tugas mata kuliah kewarganegaraan yang disana juga ada Adin

“Setuju deh, Din. Besok langsung ke perpus aja kalau bisa pas ishoma kita ngerjain di sana” usul Rama diikuti anggukan teman-teman yang lain

Pukul 16.45, satu-satu dari mereka berpamitan pulang. Tinggallah Adin dan Dindy, Adin berencana menawarkan tumpangan lagi ke Dindy. Emang perempuan satu ini kalau sudah maunya….

“Din, mau bareng nggak? Kebetulan mau beli bensin dulu ke POM deket perumahan kamu lo..” tawar Adin

“Emm gimana yaa aku soalnya udah ditunggu…”

“Oh ada janji?”

“Oh bukan janji sih, tapi…”

Beberapa saat kemudian Jaehan menghampiri mereka berdua dari depan ruang TU di bawah tangga.

“Nah itu dia” kata Dindy, Adin menyernyitkan dahi “aku pulang sama Jae, hehe”

Adin terkejut. Kok bisa.. pikirnya

“Adin..” sapa Jaehan “Dindy kamu tunggu depan gerbang aja ya” pinta Jaehan diikuti anggukan dari Dindy sambil tersenyum ke Jae

“Kamu..pulang bareng..Dindy..kok bisa?”

“Maafin aku Din, aku emang belum cerita. Sungguh bukan karena aku mau menutup-nutupi, tapi..”

“Kalian jadian?” tanya Adin dengan tatapan kosong

“Oh..eeeee, Din ini diluar rencana ya… beberapa kali Dindy tuh tanya rumahku dimana, alamat lengkapnya terutama. Alasan dia dulu mau buat proposal bareng buat pemilihan mahasiswa teladan, awalnya menurutku nggak  masuk akal, Din.. tapi dia beneran ke rumah untuk pertama kali. Dan dia ke rumah lagi untuk yang kedua kali tepat 1 minggu yang lalu dan langsung minta ijin ke orang tuaku, Din”

Adin diam. Tidak ada ekspresi, wajahnya kaku. Jaehan yang manis memasang wajah khawatir. Dia khawatir menyakiti hati temannya itu.

Lalu kemudian “HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA” Adin tertawa keras, Jaehan kaget

“HAHAHAHAHAHHAHA” sambil menepuk Pundak Jaehan “Syukurlah kalau begitu Jaeeeee….laki-laki yang sangat tepat, seeekaaaliiii…hahahahah” Kembali Adin  tertawa tapi di sudut matanya ada setitik air mata “ Aduh aku sampe terharu nih, kamu kenapa tegang gitu sih ngomongnya? Yang seneng dong..ini kan berita bagus”

“A..aku takut kamu sakit hati tau…” tiba-tiba Jaehan memeluk Adin, Adin bingung dan ingin menangis tapi dia tahan. Dindy melihat heran dari kejauhan “kamu sih tadi siang bilang gitu, kan aku kira kamu emang suka sama Dindy” Jaehan melepaskan pelukannya dan mengusap air matanya

“Ah itu mah bercanda doang..nggak ada maksud apa-apa, biar mencairkan suasana aja kaliii”

“Beneran nih” Adin mengangguk

“Selamat yaa, Jae.. harusnya kamu kasih tau aku dulu pasti aku langsung traktir ahahha”

“Hehe belum waktunya aja, Din”

“Yaudah deh hati-hati kalau pulang. Aku juga mau pulang mau maghrib soalnya”

Jaehan  melambaikan tangan sambil berlalu diikuti Dindy dan dibalas oleh Adin dari kejauhan.

***

“YA TUHAAANNNN KENAPA BERULANG LAGII KEJADIAN KAYAK GINI YA TUHAAANN HAHAHAHAHAHA” teriak Adin di balik helm dan masker yang ia pakai saat mengendarai motor untuk pulang. Dia tidak peduli jika ada yang mendengar “BODO AMAAATTTT” katanya pada diri sendiri

“YA TUHAAANNNNN AKU UDAH NGGAK SANGGUP NANGIS LAGIIII, MAU KETAWA JUGA NGGAK BISA YA TUHAANNNN” dia mengendarai dengan kecepatan sedikit kencang, air matanya mengalir deras helmnya agak berembun, lalu dia melambatkan motornya dan bergeming sekali lagi “Ya Tuhan.. kasih sabar buat hambaMu ini” dia mengusap air matanya, lalu menutup kaca helm Kembali. Dia mengendarai dengan pelan, dengan tatapan kosong.

“Aku trauma untuk jatuh cinta lagi kalau begini” dia bergeming lagi

Gerimis tiba-tiba datang, gemuruh dari langit samar-samar terrdengar. Cuaca mendung, seakan mengerti perasaan Adindra.

***

Jumat, 08 Juli 2022

Lambang dan Bilang

Secercah Sinar mentari mulai menyeruak dari ufuk timur. Alun alun kota yang tadinya hanya beberapa orang saja kini mulai berdatangan mulai dari muda mudi, pasangan muda dengan anaknya yang kecil, sampai dengan sepasang lansia. Orang orang yang berjualan juga mulai sudah tak kelihatan batang hidungnya karena pembeli yang menyeruak menyerbu dagangannya. Di sisi barat depan pendopo tak kalah ramai dengan pemandangan sepeda berjejer dengan pemiliknya yang saling mengobrol menunggu teman teman pesepeda lain. Di depan gedung pemerintahan komunitas skateboard juga mulai beraksi dengan penonton dari berbagai sisi, ada yang sambil mengambil gambar dan ada yang sembari memakan roti juga minum teh manis.

Pemandangan khas alun alun kota pada akhir pekan.

Ia terus berlari kecil, Keringat mulai mengucur dibalik pakaiannya. Sesekali mengusap dahi dan melihat jam tangan. "Masih jam 6, udah cerah banget" bisiknya kepada diri sendiri. Dia berhenti sejenak untuk membenarkan tali sepatu yang kendor. Lalu berjalan santai menikmati lagu yang berbunyi di telinga yang mengalir dari telepon genggamnya. Ia melewati depan taman playground, lalu langkahnya terhenti karena bola warna biru datang pelan menghampirinya dan berhenti tepat di ujung kakinya.

"Mbak mbak lempar sini mbak" kata segerombolan anak di balik pagar. Lalu dia melempar bola tersebut dan anak anak itu kembali bermain bola. Sesekali ia menoleh ke belakang, mungkin ada teman yang ia kenal. Tidak ada. Ia melanjutkan

langkahnya sampai seseorang menyalip, laki laki itu berlari kecil sambil meliriknya. Dia melihat laki laki itu yang sekarang berjalan di depannya. "Kayak pernah ketemu" pikirnya. Gantian dia menyalip laki laki itu dengan berlari kecil, dia rasakan laki laki tersebut mengikutinya dengan berlari kecil juga. Dia menyernyitkan dahi, lalu dia berhenti dan menoleh ke belakang yang ternyata laki laki itu berhenti juga di belakangnya. Dia mempercepat langkahnya, laki laki itu menyalipnya dan berhenti mendadak sehingga membuatnya kaget.

"Permisi mas" katanya berusaha menyalip

"Bilang..." lalu dia menoleh

"Siapa ya?" Tanyanya

"Ooo lupa yaa, pantesan" dengan terus menatap laki laki itu. "Bilang Handoko kan?" Sapanya lagi

"Bilang Cinta Putri Handoko" jelasnya

"Weeiisss siiaapp heheheh, kenalan lagi deh, Lambang" katanya sambil menyulurkan tangan

"Lambang Cipta???" Perempuan bernama Bilang itu terbelalak, dia adalah sosok yang ia kenal 2 tahun lalu di festival literasi di kotanya, sosok yang mengalihkan pandangannya dan perhatiannya pada Alingga -pacarnya saat itu-. Bukan karena Lambang berpenampilan menarik -karena saat itu postur tubuh Lambang bisa dikatakan besar- tapi karena gaya berpikirnya yang Bilang suka.

"Tapi..gimana bisa?" Bilang memandangi dari atas sampai bawah penampilan Lambang yang sekarang lebih mirip perawakan anak Polisi atau tentara

"Harus dong, demi pulang ke kota ini, dan ketemu kamu" katanya sambil nyengir "Sibuk nggak? Ngobrol dulu yuk.." Bilang tetap tak mengubah posisinya, air mukanya seketika berubah "Oh maaf, apa kamu sama pacar kamu? Atau jangan jangan sama suami kamu?" Bilang menggeleng cepat

"Nggak kok, aku nggak punya pacar sekarang, belum nikah juga" Bilang hanya tak enak hati dengan Lambang karena kejadian saat itu

"Oo yaudah, ayok, kutraktir roti bakar deh" Lambang melangkah menuju kursi taman di sisi utara dan Bilang mengikutinya di belakang. "Tunggu sini ya, bentar aja" Bilang mengangguk datar

"Kok bisa sih ketemu lagi? Aku nggak enak banget lagi sama dia, padahal udah kulupakan semuanya, GIMANA BISAAA huuu pengen nangis aja rasanya"

2 tahun lalu, saat Alingga mengetahui

hubungan pertemanan Bilang dan Lambang yang semakin dekat -walaupun hanya sekedar bertukar pikiran tentang dunia yang disukainya yaitu literasi- diam diam menemui Lambang dan mengatakan bahwa sejujurnya Alingga tidak suka kalau dia berteman dengan Bilang kalau terlalu dekat seperti itu. Lambang hanya menjelaskan bahwa antara dia dan Bilang tidak pernah ada obrolan melebihi itu. Walaupun sebenarnya bohong. Ya, Lambang pernah berkata kepada Bilang bahwa "Bil, aku suka sama kamu, nikah yuk Bil". Yang kemudian membuat hati Bilang semakin bimbang. Mereka yang saat itu sudah beranjak dewasa, sama sama sudah memiliki pekerjaan dengan usia yang sudah cukup untuk awal memasuki biduk rumah tangga membuat hati kecil Bilang berkata bahwa "perempuan mana yang nggak pingin dikasih kejelasan hubungan,

sedangkan usiaku sudah dewasa seperti ini". Alingga mulai curiga dengan gerak gerik Bilang dan Lambang sehingga ingin meluruskan itu semua. "Iya oke baiklah kalau begitu, kamu tau kan kalau aku sama Bilang sudah jalan 4 tahun, kita udah berencana untuk menikah" kata Alingga. Lambang mengangguk, "ya jelas aku tau, Bilang sudah memberitahuku bahwa kalian akan menjalani hubungan yang lebih serius". Kali ini Lambang berkata jujur, Bilang saat itu memang tidak mau meninggalkan Alingga yang sangat sayang padanya. Sampai setelah Alingga menemui Lambang, laki laki itu menuju rumah Bilang dan berkata jujur. "Sebelumnya maaf ya, aku nggak bermaksud masuk diantara kalian, aku tau kalian saling sayang. Bil, apa yang aku katakan waktu itu emang bener aku pingin ngajak kamu nikah, tapi.. Alingga nggak mungkin bisa

ngelepasin kamu karena dia sendiri kemarin bilang ke aku kalau mau nikain kamu dalam waktu dekat ini. Iya Bil, kemarin Alingga nemuin aku, mungkin karena rasa sayangnya dia ke kamu jadi dia khawatir kamu aku bawa kabur. Aku minta tolong kamu jangan marah ke Alingga, nggak ada yang mau keadaan kayak gini. Kamu juga sebagai perempuan sudah bener kok, bilang ke aku kalau kamu juga nggak mau kehilangan Alingga, mungkin aku aja yang terlalu baper ke pertemanan ini" perkataan Lambang malah menjadi sebuah ganjalan dihatinya, apa mungkin ia berkata ke Lambang kalau akhir akhir ini Alingga mulai berubah yang membuat Bilang ragu meneruskan hubungannya, tapi, kalau Alingga memang berubah ngapain Alingga menemui Lambang yang alih alih meluruskan bahwa "Bilang itu punyaku!"

"Iya aku minta maaf sebelumnya, aku juga selama ini berteman sama kamu nggak bermaksud supaya kamu tertarik ke aku. Dengan perlakuanku ke kamu dengan guyonanku ke kamu, aku nggak bermaksud. Aku cocok sama kamu karena aku tertarik dengan caramu memperlakukan teman, Lambang" kata Bilang sedikir berkaca kaca. Bagaimana pun dia tidak bisa berkata bohong. Lambang menarik hatinya sejak pertemuan awal, dan Alingga adalah orang pertama yang membuatnya luluh pada waktu itu.

Besoknya Alingga menelfon Bilang pagi pagi. Bilang yang waktu itu masih sibuk mengurus ibunya yang sakit jadi tidak mengangkat telpon dari Alingga. 8 panggilan tidak terjawab, akhirnya Alingga mengirim pesan.

"Bil, aku minta maaf sebelumnya. Aku cuma mau ngelurusin aja, sebenernya kamu anggap apa hubungan kita ini? Aku kemarin pulang dari Jakarta hanya untuk menemui Lambang dan mengambil barang barangku lebih banyak lagi untuk ku bawa kesana. Maaf Bil, aku nggak sanggup nemuin kamu karena setelah menemui Lambang, aku tau bahwa dia nggak mau kehilangan kamu dan kamu terlanjur memberi harapan banyak ke dia. Kalau kamu sudah nggak sayang sama aku, nggak apa apa. Hubungan yang lama nggak menjamin kamu selalu sayang ke aku. Aku udah membaca kamu mulai ragu sama hubungan ini, jadi aku mundur saja. Makasih udah nemenin 4 tahun ini" begitu kurang lebih isi pesan Alingga, yang dibaca 1 jam kemudian oleh Bilang. Perempuan itu terduduk di pojok kamar tidurnya, diam. "Secepat itu? Kita bahkan belum

menyelesaikan masalah ini, kamu bilang gitu, Ngga?" Bilang mulai berkaca kaca. Bilang mencoba menelfon Alingga, tidak diangkat juga. Dan Bilang mengirim pesan.

"Ngga, aku nggak pernah sekalipun ngeraguin kamu, apalagi hubungan ini. Kamu kenapa, Ngga? Lambang itu temen aku. Kita ini udah dewasa, kan bisa kita selesaikan baik baik, kamu temuin aku dan kita ngobrol bareng. Alingga, aku minta maaf kalau punya salah, aku bikin kamu nggak nyaman ya? Maafin aku ngga, aku serahin ke kamu sepenuhnya. Aku bukannya nggak sayang, asal kamu tau aku juga nggak pernah ragu. Kalau kehendakmu untuk mengakhiri hubungan ini ya aku bisa apa, mungkin memang butuh waktu untuk berfikir. Kalau memang kita jodoh aku yakin kita bakal menjalin hubungan lagi. Hati hati di Jakarta ya, Ngga" seketika itu Bilang langsung

menangis sampai sesak menyusup dadanya. Jika Alingga sudah berkata seperti itu, artinya sudah tidak ada usaha apapun dari laki laki bernama Alingga untuk hubungan ini lalu untuk apa Bilang berusaha mengembalikan perasaan Alingga lagi? begitu pikir Bilang walaupun sebenarnya sedikit egois. Yang Bilang yakini bahwa rusaknya suatu hubungan bukan karena kesalahan satu orang saja, tapi dua orang di dalamnya. Kalau memang sebetulnya Alingga yang tidak nyaman dengan Bilang karena sikap Bilang, ya itu sudah menjadi hal wajar untuk diakhirinya suatu hubungan.

Tak lama kemudian ada telfon masuk, Lambang. Ia mengangkat telpon itu, tapi tak ada sapaan awal darinya.

"Bil, maaf langsung telfon ya.. ndadak. Maaf ganggu waktu kamu, Bil doa in aku yaa aku hari ini di pindah ke luar kota. Nanti

jam 2 aku berangkat ke Bandung. Mungkin dalam waktu yang lama aku nggak balik kesini Bil. Bil.. kok diem sih"

"Harus ya.." katanya lirih

"Iya lah, harusss, kan emang cita citaku buat dipindah ke Bandung hahhahaha, yaudah cuman mau pamit. Kamu baik baik ya, eh tapi maaf maaf nih.. sedih sebenernya mau ngomong, kalau kamu sama Alingga nanti nikah...emmm jangan lupa aku dikabarin yaa, nanti ku video call aja karena aku nggk bisa dateng hahahha"

"Jahat banget"

"Yaudah deh, aku mau ke rumah eyang dulu mau pamitan sekalian berangkat ke bandara, bye Bil..." klik"Aku benar benar harus kehilangan dua duanya ya?" Tanyanya lagi ke diri sendiri matanya sembab, hatinya penuh sesak, mau marah tapi ke siapa. Tiba tiba dari luar, Lintang, adiknya berteriak "Mbak Biiilaaanggg, Bunda mbakkk...."

Bilang terperanjat, bergegas menuju kamar bundanya, yang sudah ada ayah, Om, tante, dan Lintang sambil nangis. Pandangan Bilang fokus ke Ayah yang membisikkan sesuatu ke telinga bunda yang sudah pucat pasi dengan mata tertutup dan sedikit tersenyum, seketika dunia gelap. Hanya suara teriakan lagi yang terdengar.

Bukan hanya kehilangan dua, dia kehilangan tiga.

***

Lambang kembali ke tempat duduk sambil membawa roti bakar dan air mineral.

"Nih, satu satu, dikit kok kalorinya..hahah"

"Itungan dari mana" Bilang mengambil roti bakar lalu memakan satu suapan

"Gimana bisa, Bil?" Tanya Lambang

"Apanya?"

"Emm maaf, Alingga.."

"Oooh" melanjutkan makan roti "ya bisa, emang udah jalannya"

"Putusnya baru baru ini?"

"Nggak, udah 2 tahun yang lalu"

"Maksudmu?" Lambang memandang Bilang

"Kita putus, saat kamu juga berangkat ke Bandung DAN SETELAH ITU NGGAKKKK ADA KABAR SAMA SEKALI SELAMA 2 TAHUN. Teman macam apa" Bilang berusaha tetap tenang "dan kita putus di hari yang sama saat bundaku meninggal, ngeri banget kejadian hari itu"

Lambang terdiam, memainkan tutup botol air mineralnya, "maaf" katanya

"Mana mungkin aku maafin"

"Aku emang sengaja ganti nomer, sosial mediaku juga aku off in, aku ganti akun,

tapi aku simpen nomer kamu kok.. tapi, nggak berani hubungin aja"

"Ku kira malah kamu udah nikah"

"Mana mungkin aku nikah, sedangkan nggak ada cewek Bandung satupun yang kecantol sama aku, resek kan?"

Bilang tertawa kecil "kurang caper kalik kamu" mereka tertawa "terus dalam rangka apa kamu balik kesini?"

"Aku dapet cuti 1 bulan, lumayanlah, buat mengenang masa lalu disini hahhaha, eh tau tau mengenang beneran, buktinya ketemu kamu disini"

"Iya ya, kok bisa ya"

"Terus Bil, kenapa kamu juga nggak berusaha menjalin hubungan lagi sama Lingga? Maaf nih tanya tanya"

"Aku bakal bisa dan mau balik sama Lingga kalau alasan kita udahan hanya karena kita salah paham aja Lambang, tapi aku NGGAK BAKALAN balik lagi sama Alingga kalau

ternyata alasannya dia udah nemuin orang yang ASIK DAN MENARIK selain aku" katanya dengan tatapan tajam lurus ke depan

"Lebih jelas lagi coba, bingung aku"

"Selama di Jakarta, ternyata dia udah deket sama temen kerjanya disana, sebenernya pas Alingga nemuin kamu waktu itu itu dia udah berubah banget ke aku, dan dia nemuin kamu cuman mau mastiin apa aku sama kamu emang ada MAIN apa nggak sehingga dia bisa kuat alasannya buat mutusin aku, dia juga nggak mampir ke rumah sama sekali waktu itu. Dia..seminggu setelah aku sama dia udahan.. dia udah berani pasang foto cewek, dan itu nggak sekali dua kali, itu berkali kali. Like a child! Tau nggak. Perasaanku hancur banget waktu itu, gimana nggak? Alingga yang kukenal dia itu nggak neko neko orangnya sekali bilang

udahan eh udahan beneran dan berani banget posting gitu. Kalau emang nggak sayang kan udah bilang aja gitu.. nggak usah pake alasan yang lain" kata Bilang menggebu gebu "Hahahahah tapi ya udahlah, udah terjadi juga. Aku juga sekarang nggak kepo sama kehidupan dia, cuman kalau suatu hari ketemu ya kusapa aja sebagai teman. Karena aku yakin bahwa...permasalahan suatu hubungan itu bukan hanya keaalahan satu orang, tapi dua orang yang ada di hubungan tersebut"

"Maaf aku nggatau kalau ceritanya gitu, terus kenapa nggak coba cari pengganti Alingga?"

"Masih belum kepikiran aja sih"

"Belum kepikirannya selama 2 tahun?" Lambang dan Bilang tertawa

Mereka sibuk menghabiskan roti bakar, dan sesekali membahas pekerjaan.

Waktu sudah menunjukkan pukul 09.00,

matahari mulai sedikit meninggi. Lalu lalang kendaraan sudah mulai terlihat di jalanan artinya Car Free Day sudah selesai. Pejalan kaki juga sudah mulai surut.

"Jadi gimana Bil?" Tanya Lambang

"Apanya?"

"Ya kejelasannya, waktu itu kan belum kamu jawab dengan lurus dan benar"

"Yang mana?"

"Coba deh.. inget inget lagi gitu"

"Males mikir, rotinya kurang banyak"

"Hahahahahah"

Lalu Lambang berdiri di depan Bilang, laki laki yang bertinggi 171 cm itu terlihat sangat tampan membelakangi matahari dengan kaos polos berwarna biru tua waktu itu.

"Sekarang udah jam 9 nih, berarti anggep aja udah 2 tahun 9 jam nih belum ada jawaban pasti"

"Yang apa.. yang apa? Maksa banget lagi 2 tahun 9 jam??" Tanya Bilang agak ngambek

"Terserah aku dong hahaha, Kamu mau nggak nih, nikah sama aku?"

Bilang diam, melihat kanan kiri takut ada yang mendengar.

"Gimana nih Bil, kalau nggak dijawab aku mau pulang aja nih, ke Bandung" Bilang diam, dia menghela nafas, menyandar ke bangku dan menghabiskan air mineralnya. Dengan cepat ia menginjak kaki Lambang, Lambang kesakitan. Lalu Bilang berdiri, menggenggam tangan Lambang dan menariknya untuk berlari. Lambang tertawa lepas, diikuti Bilang. Entah berapa orang yang sedang melihat mereka, yang jelas penantian 2 tahun 9 jam -menurut Lambang- ini sudah terjawab jelas di depan mata Lambang.

 

Selesai.

Cerita 3

 

Run!

Hari ini Runa cabut lebih awal dari dunia ketik mengetiknya di gazebo sekolah karena ada janji dengan Verdian di perpustakaan umum. Verdian bermaksud akan menggarap drama musikal dengan Runa untuk acara perpisahan nanti. Tentu bukan sepatu. Runa agak kecewa karena ternyata bukan sepatu Verdian yang tertukar dengannya.

 

Berarti Verdian bukan jodohku dong, eiiyuuuh            

 Ya, Runa suka sekali mengginggau.

Verdian calling..

“Hallo Run, dimana?”

“Baru keluar gerbang, nunggu angkot. Eh itu ada angkot deh kayaknya. Kamu di lantai 2?

“Baru keluar gang juga hehe, yaudah kabarin deh nanti. Eh eh aku juga ajak Tania sama Umar buat bahas drama nanti, sebelumnya kan mereka pernah ikut acara gitu juga”

OOooh aku kira cuman berdua. Yayayayaa….

“Oke deh” jawab Runa singkat

Klik.

Angkot berangkat, mungkin 10 menit lagi Runa akan menemui Verdian.

Runa memainkan kakinya, hari ini dia memakai sepatu yang kemarin tertukar, Sebelah kanan ukuran 39 sebelah kiri ukuran 41.

Yang penting aku pakai sepatu dari Kian hihihi

***

Aarun duduk di teras rumah sambil memakai sepatu kets putih pellet merah di sepatu kirinya dan sepatu kets abu-abu dengan pellet merah juga untuk kaki kanannya. Dia melihat sekali lagi kakinya, “hahaha lucu juga”. Dia juga kembali membuka tasnya yang ada sepatu kets abu-abu ukuran 39 yang entah punya siapa.

“Idih, ngapain sepatu yang itu dibawa juga?” Tanya mama

“Mau dibuang, nggak jelas punya siapa” jawab Aarun

“Kakimu itu loh nak..aneh, ngapain pakai beda gitu sepatunya? Ya Allah.. Paaa, Aarun ini belikan sepatu aja deh ya..” teriak mama

“Ini model anak muda sekarang ma, udah ah biarin aja, hahaha”

“Lagian kamu, katanya nggak enak badan mau keluar juga. Mau ke sekolah?”

“Mau ke gedung Seni, ada pameran fotografi ma, Aarun berangkat, Assalamualaikum”

“Dengan penampilan seperti itu?? Terserah kamu deh nak.. waalaikumsalam” mama geleng-geleng

15 menit kemudian, Aarun sudah ada di dalam angkot menuju gedung seni.

Aarun memainkan HP yang sesaat kemudian ..

Darrrrr..!!!

Lalu angkot oleng, dan melipir ke kiri. Ternyata bannya meletus. Penumpang yang saat itu berjumlah 4 orang termasuk Aarun di oper ke angkot lain. Tak lama, ada angkot yang agak sepi melipir ke kiri juga guna menerima operan dari angkot yang ditumpangi Aarun.

Aarun masuk terakhir, memilih duduk di bangku menghadap belakang karena gedung seni tak jauh dari sini. Aarun melihat sekilas perempuan yang dari tadi melihatnya di pojokan sebelah kiri. Saat Aarun melihatnya, perempuan itu memalingkan wajah.

Kayak pernah ketemu..Pikir Aarun.

Saat perempuan itu tak melihatnya, Aarun memandangi dari atas sampai bawah untuk mengenali seragam yang ia pakai, dan tepat sekali perempuan itu dari SMA Satu. Pandangannya terhenti di bagian bawah, sepatu, dia menyernyitkan dahi.

Lah lah itu sepatu…..

Lalu dia memandang sepatu yang ia pakai. Tersadar sudah agak dekat, Aarun berteriak pelan ke pak sopirnya

“Pendopo pak” kata Aarun yang ternyata perempuan itu mengatakan hal yang sama.

“Oooh janjian yaa mas sama mbaknya” sindir pak sopir

Angkot terhenti, Aarun keluar terlebih dahulu setelah membayar, diikuti perempuan itu yang ternyata Runa. Posisi Aarun ada di kanan dan Runa sebelah kiri saat hendak menyebrang, dari sebrang ada suara terdengar. “Run!”

Aarun menoleh ke sebelah kanan, yang berteriak tadi adalah seorang laki-laki berada di depan gedung perpustakaan. Sedangkan Runa menoleh ke sebelah kiri, yang berteriak ada seorang perempuan berada di depan gedung seni. Aarun tak mengenali laki-laki tersebut begitupun Runa, yang tak mengenali perempuan itu. Sekali lagi, “Run!” mereka berdua bingung, tersadar kanan kiri sama-sama memanggil Run.

“Itu temen kamu kah?” kata Aarun

“Iya, yang itu temen kamu?”

“Heem”

“Eh nyebrang dulu yuk” mereka berdua berlari kecil

“Maaf..Run, nama kamu emangnya siapa?” Runa agak kaget, berani beraninya nih anak, pikir Runa

“Aroona, A-R-O-O-N-A” eja Runa

Aarun hanya ketawa

“Kenapa?”

“Nggak apa-apa, kenalin namaku Aaruna. A-A-R-U-N-A” Aarun mengeja

Mereka diam lalu tertawa

“Bisa gitu ya, hahaha” kata Runa

“Nggak tau ya, hahahha”

“Yaudah aku mau ke temenku dulu, bye. Run.. hahaha salam kenal” kata Runa berlalu sambil melambaikan tangan, dibalas oleh Aarun. Aarun hanya tersenyum sembari melihat Runa masuk ke perpustakaan umum.

***

Waktu menunjukkan pukul 13.00, Aarun duduk di pagar tembok depan perpustakaan umum. Siang ini terpantau mendung dari ujung ke ujung, pertanda sebentar lagi hujan. Sesekali melihat jam tangan, dan tak lama kemudian 4 orang keluar dari perpustakaan sambal mengobril dan tertawa. Aarun berdiri, dan disadari oleh Runa yang tiba-tiba terdiam memandang Aarun tersenyum padanya.

“Sono deeeh..yaelaah, kita pulang dulu” dorong Verdian yang menyadari juga, dua teman lainnya hanya tertawa

“Yaudah kalian pulang deh” mereka berempat berpisah, Runa menghampiri Aarun

“Aku nggak mau GR sih sebenernya, tapi lihat kamu lihatin aku jadi kupikir kamu nunggu aku”

“Hahaha iya emang aku nunggu kamu” Runa tertunduk malu, sial, pikirnya. “Aku mau minta pertanggungjawaban kamu”

“Apa?” Tanya Runa heran

Aarun mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, ya, itu adalah sepatu. Runa tercengan.

“I..ii…itu, sepatunya, kok…” dia menunjuk sepatu yang dipegang Aarun lalu menunjuk sepatu yang dipakainya

“Iya kemarin ketuker, sini balikin punya aku” sambil menahan tawa.”Oh tapi jangan deh jangan” baru saja Runa mau melepaskan sepatu itu, sudah di stop sama Aarun

“Kenapa lagi..”

“Cuci dulu deh, pasti bau. Biar imbang, sepatumu nggak aku kembalikan juga, gimana?”

“Kakiku wangi!”

“Hahahhaahah”

Suara gemuruh dari langit terdengar, rintik hujan mulai turun.

“Lusa hari minggu kita ketemu disini pas CFD, jam 6, dengan catatan sepatuku sudah bersih ya, Run..”

“Ngatur banget ya Anda..” balas Runa, modus juga nih anak, pikirnya

“Eh ada satu lagi” mengeluarkan kertas dari tasnya “nih, baca”

“Apaan lagi nih? Heran yaa” Runa membaca isi kertas itu

 

Maaf, aku tadi nyebrang nggak liat-liat. Maaf ya semoga cepet sembuh.

-arn (aku cewek lo, maafin aku ya)

 

Runa menelan ludah, dia membalik kertasnya

 

ENAK AJA MINTA MAAF DENGAN CARA KAYAK GINI! AKU HARUS NEMUIN KAMU, HARUS MINTA MAAF SENDIRI DIDEPANKU!

-AAR (NGGAK PEDULI CEWEK!)

 

“Emmm kok kamu tau itu aku sih?”

“Hahaha itu gantungan tas kamu inisial a.r.n, So….ayo minta maaf!”

“Itu kejadian hampir setaun, berarti udah lama berlalu,toh kamunya juga nggak kenapa-kenapa kan?”

“Enak aja! Nih” sambil menunjuk dahi sebelah kirinya

“Yak an tapi udah kering juga… yadeehh minta maaf bagindaa..”kata Runa merengek

Tiba-tiba hujan mulai turun.

“Yaudah, Minggu ya jam 6, awas aja kalau nggak dateng!” Aarun berlari meninggalkan Runa

“EH TUNGGU!” teriak Runa, Aarun berhenti

“Tega ninggalin cewek senirian hujan-hujan gini?” mereka terdiam, Runa mendahului berlari lalu Aarun mengikutinya di belakang

Mungkin setelah ini Aarun-Runa akan menjadi AAROONA.

 

-selesai