Secercah Sinar mentari mulai menyeruak dari ufuk timur. Alun alun kota yang tadinya hanya beberapa orang saja kini mulai berdatangan mulai dari muda mudi, pasangan muda dengan anaknya yang kecil, sampai dengan sepasang lansia. Orang orang yang berjualan juga mulai sudah tak kelihatan batang hidungnya karena pembeli yang menyeruak menyerbu dagangannya. Di sisi barat depan pendopo tak kalah ramai dengan pemandangan sepeda berjejer dengan pemiliknya yang saling mengobrol menunggu teman teman pesepeda lain. Di depan gedung pemerintahan komunitas skateboard juga mulai beraksi dengan penonton dari berbagai sisi, ada yang sambil mengambil gambar dan ada yang sembari memakan roti juga minum teh manis.
Pemandangan khas alun alun kota
pada akhir pekan.
Ia terus berlari kecil, Keringat
mulai mengucur dibalik pakaiannya. Sesekali mengusap dahi dan melihat jam
tangan. "Masih jam 6, udah cerah banget" bisiknya kepada diri
sendiri. Dia berhenti sejenak untuk membenarkan tali sepatu yang kendor. Lalu
berjalan santai menikmati lagu yang berbunyi di telinga yang mengalir dari
telepon genggamnya. Ia melewati depan taman playground, lalu langkahnya
terhenti karena bola warna biru datang pelan menghampirinya dan berhenti tepat
di ujung kakinya.
"Mbak mbak lempar sini
mbak" kata segerombolan anak di balik pagar. Lalu dia melempar bola
tersebut dan anak anak itu kembali bermain bola. Sesekali ia menoleh ke
belakang, mungkin ada teman yang ia kenal. Tidak ada. Ia melanjutkan
langkahnya sampai seseorang
menyalip, laki laki itu berlari kecil sambil meliriknya. Dia melihat laki laki
itu yang sekarang berjalan di depannya. "Kayak pernah ketemu"
pikirnya. Gantian dia menyalip laki laki itu dengan berlari kecil, dia rasakan
laki laki tersebut mengikutinya dengan berlari kecil juga. Dia menyernyitkan
dahi, lalu dia berhenti dan menoleh ke belakang yang ternyata laki laki itu
berhenti juga di belakangnya. Dia mempercepat langkahnya, laki laki itu
menyalipnya dan berhenti mendadak sehingga membuatnya kaget.
"Permisi mas" katanya
berusaha menyalip
"Bilang..." lalu dia
menoleh
"Siapa ya?" Tanyanya
"Ooo lupa yaa, pantesan"
dengan terus menatap laki laki itu. "Bilang Handoko kan?" Sapanya
lagi
"Bilang Cinta Putri
Handoko" jelasnya
"Weeiisss siiaapp heheheh,
kenalan lagi deh, Lambang" katanya sambil menyulurkan tangan
"Lambang Cipta???"
Perempuan bernama Bilang itu terbelalak, dia adalah sosok yang ia kenal 2 tahun
lalu di festival literasi di kotanya, sosok yang mengalihkan pandangannya dan
perhatiannya pada Alingga -pacarnya saat itu-. Bukan karena Lambang
berpenampilan menarik -karena saat itu postur tubuh Lambang bisa dikatakan
besar- tapi karena gaya berpikirnya yang Bilang suka.
"Tapi..gimana bisa?"
Bilang memandangi dari atas sampai bawah penampilan Lambang yang sekarang lebih
mirip perawakan anak Polisi atau tentara
"Harus dong, demi pulang ke
kota ini, dan ketemu kamu" katanya sambil nyengir "Sibuk nggak?
Ngobrol dulu yuk.." Bilang tetap tak mengubah posisinya, air mukanya
seketika berubah "Oh maaf, apa kamu sama pacar kamu? Atau jangan jangan
sama suami kamu?" Bilang menggeleng cepat
"Nggak kok, aku nggak punya
pacar sekarang, belum nikah juga" Bilang hanya tak enak hati dengan
Lambang karena kejadian saat itu
"Oo yaudah, ayok, kutraktir roti bakar deh" Lambang melangkah menuju kursi taman di sisi utara dan Bilang mengikutinya di belakang. "Tunggu sini ya, bentar aja" Bilang mengangguk datar
"Kok bisa sih ketemu lagi? Aku nggak enak banget lagi sama dia, padahal udah kulupakan semuanya, GIMANA BISAAA huuu pengen nangis aja rasanya"
2 tahun lalu, saat Alingga
mengetahui
hubungan pertemanan Bilang dan
Lambang yang semakin dekat -walaupun hanya sekedar bertukar pikiran tentang
dunia yang disukainya yaitu literasi- diam diam menemui Lambang dan mengatakan
bahwa sejujurnya Alingga tidak suka kalau dia berteman dengan Bilang kalau
terlalu dekat seperti itu. Lambang hanya menjelaskan bahwa antara dia dan
Bilang tidak pernah ada obrolan melebihi itu. Walaupun sebenarnya bohong. Ya,
Lambang pernah berkata kepada Bilang bahwa "Bil, aku suka sama kamu, nikah
yuk Bil". Yang kemudian membuat hati Bilang semakin bimbang. Mereka yang
saat itu sudah beranjak dewasa, sama sama sudah memiliki pekerjaan dengan usia
yang sudah cukup untuk awal memasuki biduk rumah tangga membuat hati kecil
Bilang berkata bahwa "perempuan mana yang nggak pingin dikasih kejelasan
hubungan,
sedangkan usiaku sudah dewasa
seperti ini". Alingga mulai curiga dengan gerak gerik Bilang dan Lambang
sehingga ingin meluruskan itu semua. "Iya oke baiklah kalau begitu, kamu
tau kan kalau aku sama Bilang sudah jalan 4 tahun, kita udah berencana untuk
menikah" kata Alingga. Lambang mengangguk, "ya jelas aku tau, Bilang
sudah memberitahuku bahwa kalian akan menjalani hubungan yang lebih
serius". Kali ini Lambang berkata jujur, Bilang saat itu memang tidak mau
meninggalkan Alingga yang sangat sayang padanya. Sampai setelah Alingga menemui
Lambang, laki laki itu menuju rumah Bilang dan berkata jujur. "Sebelumnya
maaf ya, aku nggak bermaksud masuk diantara kalian, aku tau kalian saling
sayang. Bil, apa yang aku katakan waktu itu emang bener aku pingin ngajak kamu
nikah, tapi.. Alingga nggak mungkin bisa
ngelepasin kamu karena dia sendiri
kemarin bilang ke aku kalau mau nikain kamu dalam waktu dekat ini. Iya Bil,
kemarin Alingga nemuin aku, mungkin karena rasa sayangnya dia ke kamu jadi dia
khawatir kamu aku bawa kabur. Aku minta tolong kamu jangan marah ke Alingga,
nggak ada yang mau keadaan kayak gini. Kamu juga sebagai perempuan sudah bener
kok, bilang ke aku kalau kamu juga nggak mau kehilangan Alingga, mungkin aku
aja yang terlalu baper ke pertemanan ini" perkataan Lambang malah menjadi
sebuah ganjalan dihatinya, apa mungkin ia berkata ke Lambang kalau akhir akhir
ini Alingga mulai berubah yang membuat Bilang ragu meneruskan hubungannya,
tapi, kalau Alingga memang berubah ngapain Alingga menemui Lambang yang alih
alih meluruskan bahwa "Bilang itu punyaku!"
"Iya aku minta maaf sebelumnya, aku juga selama ini berteman sama kamu nggak bermaksud supaya kamu tertarik ke aku. Dengan perlakuanku ke kamu dengan guyonanku ke kamu, aku nggak bermaksud. Aku cocok sama kamu karena aku tertarik dengan caramu memperlakukan teman, Lambang" kata Bilang sedikir berkaca kaca. Bagaimana pun dia tidak bisa berkata bohong. Lambang menarik hatinya sejak pertemuan awal, dan Alingga adalah orang pertama yang membuatnya luluh pada waktu itu.
Besoknya Alingga menelfon Bilang
pagi pagi. Bilang yang waktu itu masih sibuk mengurus ibunya yang sakit jadi
tidak mengangkat telpon dari Alingga. 8 panggilan tidak terjawab, akhirnya
Alingga mengirim pesan.
"Bil, aku minta maaf
sebelumnya. Aku cuma mau ngelurusin aja, sebenernya kamu anggap apa hubungan
kita ini? Aku kemarin pulang dari Jakarta hanya untuk menemui Lambang dan
mengambil barang barangku lebih banyak lagi untuk ku bawa kesana. Maaf Bil, aku
nggak sanggup nemuin kamu karena setelah menemui Lambang, aku tau bahwa dia
nggak mau kehilangan kamu dan kamu terlanjur memberi harapan banyak ke dia.
Kalau kamu sudah nggak sayang sama aku, nggak apa apa. Hubungan yang lama nggak
menjamin kamu selalu sayang ke aku. Aku udah membaca kamu mulai ragu sama
hubungan ini, jadi aku mundur saja. Makasih udah nemenin 4 tahun ini"
begitu kurang lebih isi pesan Alingga, yang dibaca 1 jam kemudian oleh Bilang.
Perempuan itu terduduk di pojok kamar tidurnya, diam. "Secepat itu? Kita
bahkan belum
menyelesaikan masalah ini, kamu
bilang gitu, Ngga?" Bilang mulai berkaca kaca. Bilang mencoba menelfon
Alingga, tidak diangkat juga. Dan Bilang mengirim pesan.
"Ngga, aku nggak pernah
sekalipun ngeraguin kamu, apalagi hubungan ini. Kamu kenapa, Ngga? Lambang itu
temen aku. Kita ini udah dewasa, kan bisa kita selesaikan baik baik, kamu
temuin aku dan kita ngobrol bareng. Alingga, aku minta maaf kalau punya salah,
aku bikin kamu nggak nyaman ya? Maafin aku ngga, aku serahin ke kamu sepenuhnya.
Aku bukannya nggak sayang, asal kamu tau aku juga nggak pernah ragu. Kalau
kehendakmu untuk mengakhiri hubungan ini ya aku bisa apa, mungkin memang butuh
waktu untuk berfikir. Kalau memang kita jodoh aku yakin kita bakal menjalin
hubungan lagi. Hati hati di Jakarta ya, Ngga" seketika itu Bilang langsung
menangis sampai sesak menyusup
dadanya. Jika Alingga sudah berkata seperti itu, artinya sudah tidak ada usaha
apapun dari laki laki bernama Alingga untuk hubungan ini lalu untuk apa Bilang
berusaha mengembalikan perasaan Alingga lagi? begitu pikir Bilang walaupun
sebenarnya sedikit egois. Yang Bilang yakini bahwa rusaknya suatu hubungan
bukan karena kesalahan satu orang saja, tapi dua orang di dalamnya. Kalau
memang sebetulnya Alingga yang tidak nyaman dengan Bilang karena sikap Bilang,
ya itu sudah menjadi hal wajar untuk diakhirinya suatu hubungan.
Tak lama kemudian ada telfon
masuk, Lambang. Ia mengangkat telpon itu, tapi tak ada sapaan awal darinya.
"Bil, maaf langsung telfon
ya.. ndadak. Maaf ganggu waktu kamu, Bil doa in aku yaa aku hari ini di pindah
ke luar kota. Nanti
jam 2 aku berangkat ke Bandung.
Mungkin dalam waktu yang lama aku nggak balik kesini Bil. Bil.. kok diem
sih"
"Harus ya.." katanya
lirih
"Iya lah, harusss, kan emang
cita citaku buat dipindah ke Bandung hahhahaha, yaudah cuman mau pamit. Kamu
baik baik ya, eh tapi maaf maaf nih.. sedih sebenernya mau ngomong, kalau kamu
sama Alingga nanti nikah...emmm jangan lupa aku dikabarin yaa, nanti ku video
call aja karena aku nggk bisa dateng hahahha"
"Jahat banget"
"Yaudah deh, aku mau ke rumah
eyang dulu mau pamitan sekalian berangkat ke bandara, bye Bil..." klik"Aku
benar benar harus kehilangan dua duanya ya?" Tanyanya lagi ke diri sendiri
matanya sembab, hatinya penuh sesak, mau marah tapi ke siapa. Tiba tiba dari
luar, Lintang, adiknya berteriak "Mbak Biiilaaanggg, Bunda
mbakkk...."
Bilang terperanjat, bergegas menuju kamar bundanya, yang sudah ada ayah, Om, tante, dan Lintang sambil nangis. Pandangan Bilang fokus ke Ayah yang membisikkan sesuatu ke telinga bunda yang sudah pucat pasi dengan mata tertutup dan sedikit tersenyum, seketika dunia gelap. Hanya suara teriakan lagi yang terdengar.
Bukan hanya kehilangan dua, dia kehilangan tiga.
***
Lambang kembali ke tempat duduk
sambil membawa roti bakar dan air mineral.
"Nih, satu satu, dikit kok
kalorinya..hahah"
"Itungan dari mana"
Bilang mengambil roti bakar lalu memakan satu suapan
"Gimana bisa, Bil?"
Tanya Lambang
"Apanya?"
"Emm maaf, Alingga.."
"Oooh" melanjutkan makan
roti "ya bisa, emang udah jalannya"
"Putusnya baru baru
ini?"
"Nggak, udah 2 tahun yang lalu"
"Maksudmu?" Lambang
memandang Bilang
"Kita putus, saat kamu juga
berangkat ke Bandung DAN SETELAH ITU NGGAKKKK ADA KABAR SAMA SEKALI SELAMA 2
TAHUN. Teman macam apa" Bilang berusaha tetap tenang "dan kita putus
di hari yang sama saat bundaku meninggal, ngeri banget kejadian hari itu"
Lambang terdiam, memainkan tutup
botol air mineralnya, "maaf" katanya
"Mana mungkin aku
maafin"
"Aku emang sengaja ganti
nomer, sosial mediaku juga aku off in, aku ganti akun,
tapi aku simpen nomer kamu kok..
tapi, nggak berani hubungin aja"
"Ku kira malah kamu udah
nikah"
"Mana mungkin aku nikah,
sedangkan nggak ada cewek Bandung satupun yang kecantol sama aku, resek
kan?"
Bilang tertawa kecil "kurang
caper kalik kamu" mereka tertawa "terus dalam rangka apa kamu balik
kesini?"
"Aku dapet cuti 1 bulan,
lumayanlah, buat mengenang masa lalu disini hahhaha, eh tau tau mengenang
beneran, buktinya ketemu kamu disini"
"Iya ya, kok bisa ya"
"Terus Bil, kenapa kamu juga
nggak berusaha menjalin hubungan lagi sama Lingga? Maaf nih tanya tanya"
"Aku bakal bisa dan mau balik
sama Lingga kalau alasan kita udahan hanya karena kita salah paham aja Lambang,
tapi aku NGGAK BAKALAN balik lagi sama Alingga kalau
ternyata alasannya dia udah nemuin
orang yang ASIK DAN MENARIK selain aku" katanya dengan tatapan tajam lurus
ke depan
"Lebih jelas lagi coba,
bingung aku"
"Selama di Jakarta, ternyata
dia udah deket sama temen kerjanya disana, sebenernya pas Alingga nemuin kamu
waktu itu itu dia udah berubah banget ke aku, dan dia nemuin kamu cuman mau
mastiin apa aku sama kamu emang ada MAIN apa nggak sehingga dia bisa kuat
alasannya buat mutusin aku, dia juga nggak mampir ke rumah sama sekali waktu
itu. Dia..seminggu setelah aku sama dia udahan.. dia udah berani pasang foto
cewek, dan itu nggak sekali dua kali, itu berkali kali. Like a child! Tau
nggak. Perasaanku hancur banget waktu itu, gimana nggak? Alingga yang kukenal
dia itu nggak neko neko orangnya sekali bilang
udahan eh udahan beneran dan
berani banget posting gitu. Kalau emang nggak sayang kan udah bilang aja gitu..
nggak usah pake alasan yang lain" kata Bilang menggebu gebu
"Hahahahah tapi ya udahlah, udah terjadi juga. Aku juga sekarang nggak
kepo sama kehidupan dia, cuman kalau suatu hari ketemu ya kusapa aja sebagai
teman. Karena aku yakin bahwa...permasalahan suatu hubungan itu bukan hanya
keaalahan satu orang, tapi dua orang yang ada di hubungan tersebut"
"Maaf aku nggatau kalau
ceritanya gitu, terus kenapa nggak coba cari pengganti Alingga?"
"Masih belum kepikiran aja
sih"
"Belum kepikirannya selama 2
tahun?" Lambang dan Bilang tertawa
Mereka sibuk menghabiskan roti
bakar, dan sesekali membahas pekerjaan.
Waktu sudah menunjukkan pukul
09.00,
matahari mulai sedikit meninggi.
Lalu lalang kendaraan sudah mulai terlihat di jalanan artinya Car Free Day
sudah selesai. Pejalan kaki juga sudah mulai surut.
"Jadi gimana Bil?" Tanya
Lambang
"Apanya?"
"Ya kejelasannya, waktu itu
kan belum kamu jawab dengan lurus dan benar"
"Yang mana?"
"Coba deh.. inget inget lagi
gitu"
"Males mikir, rotinya kurang
banyak"
"Hahahahahah"
Lalu Lambang berdiri di depan
Bilang, laki laki yang bertinggi 171 cm itu terlihat sangat tampan membelakangi
matahari dengan kaos polos berwarna biru tua waktu itu.
"Sekarang udah jam 9 nih,
berarti anggep aja udah 2 tahun 9 jam nih belum ada jawaban pasti"
"Yang apa.. yang apa? Maksa
banget lagi 2 tahun 9 jam??" Tanya Bilang agak ngambek
"Terserah aku dong hahaha,
Kamu mau nggak nih, nikah sama aku?"
Bilang diam, melihat kanan kiri
takut ada yang mendengar.
"Gimana nih Bil, kalau nggak
dijawab aku mau pulang aja nih, ke Bandung" Bilang diam, dia menghela
nafas, menyandar ke bangku dan menghabiskan air mineralnya. Dengan cepat ia
menginjak kaki Lambang, Lambang kesakitan. Lalu Bilang berdiri, menggenggam
tangan Lambang dan menariknya untuk berlari. Lambang tertawa lepas, diikuti
Bilang. Entah berapa orang yang sedang melihat mereka, yang jelas penantian 2
tahun 9 jam -menurut Lambang- ini sudah terjawab jelas di depan mata Lambang.
Selesai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar